Hujan,
Entah mengapa setiap kali kau datang berbagai macam pemikiran datang ke benakku. Bagaikan kereta barang yang berjalan cepat. Membuatku memikirkan banyak hal sekaligus.
Seperti saat aku memandangmu melalui jendela kereta api yang kusam dan berdebu yang tetap membuatku dapat melihatmu dengan jelas tanpa harus menghapus debu itu. Memang aku menyukai aromamu, yang membawa berbagai aroma kehidupan. Hanya dengan mencium aromamu, aku mampu melihat semua kehidupan yang juga kau lihat termasuk kehidupanku.
Aku memikirkan banyak hal sambil memandangku. Memikirkan kenangan-kenangan bahkan berangan-angan tentang masa depan.
Dengan memandangmu aku jadi tahu dan mengerti bahwa aku benar-benar kehilangan sosok orang yang sangat berarti dan ku cintai, yang memberiku cinta tanpa syarat, memberiku jantung dan nafasnya, dan memberiku banyak pelajaran hidup. Rasanya dadaku sesak saat aku menyadarinya, sesak sekali. Aku bahkan ingin sekali menangis dan berteriak, tapi entah mengapa selalu ada sesuatu yang mencegahku melakukkannya.
Dengan memandangmu aku teringat pada tanggung jawab yang sedang aku jalani. Aku seorang ibu sekaligus seorang kakak bagi gadis 11 tahun. Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana menjadi ibu baginya, karena aku memang bukan ibu baginya. Tapi aku sadar bahwa aku memiliki perasaan sebagai seorang ibu. Perasaan khawatir terhadapnya, bangga terhadap kecantikan dan kedewasaan yang luar biasa yang dimiliki gadis seusianya, sedih terhadap apa yang telah terjadi pada kami yang pada akhirnya mengubah hidupnya untuk selamanya, dan terlebih lagi aku mencintainya hingga aku merasa tak ingin meninggalkannya barang sedetik pun.
Dengan memandangmu aku bermimpi mengenai masa depan. Tentang siapa diriku nanti, tentang apa yang akan kulakukan, dan tentang siapa yang akan menemaniku menghabiskan sisa waktuku. Aku memikirkan semua itu, termasuk memikirkan tentang gadis 11 tahun-ku. Akan seperti apa dia, dan bagaimana dia menjalani hidupnya.
Dengan memandangmu aku memikirkan betapa aku selalu lari dan menghindari perasaanku sendiri. Aku lari jika aku mulai ingin menangis, aku lari jika aku mulai ingin tertawa, aku lari jika aku mulai menyadari bahwa aku jatuh cinta. Aku selalu lari dan lari, bahkan ketika aku mulai memikirkan tentang dirinya. Dirinya yang memulai permainan rahasia tentang cinta, dirinya yang memiliki mata yang teduh yang seakan memahamiku, dirinya yang selalu memiliki lelucon untuk membuatku tertawa, dirinya yang membuatku sesak ketika mulai memikirkannya.
Oh Tuhan…. Aku lelah. Aku sangat lelah memikirkan semua ini. Tuhan, aku merindukan ibuku, sangat merindukannya, aku mencintainya, sangat mencintainya. Tuhan, aku ingin Kau bersamaku saat aku menjalankan semua tanggung jawabku. Jangan pergi dariku ketika aku senang, dan jangan pergi dariku ketika aku menangis. Tuhan, ku mohon jagalah perasaanku terhadapnya, aku tak ingin terjebak pada perasaan ini setidaknya hingga dia benar-benar halal bagiku dan aku halal baginya. Tuhan, ku mohon jagalah aku bersama hujan yang kau kirim…
Oh Tuhan…. Aku lelah. Aku sangat lelah memikirkan semua ini. Tuhan, aku merindukan ibuku, sangat merindukannya, aku mencintainya, sangat mencintainya. Tuhan, aku ingin Kau bersamaku saat aku menjalankan semua tanggung jawabku. Jangan pergi dariku ketika aku senang, dan jangan pergi dariku ketika aku menangis. Tuhan, ku mohon jagalah perasaanku terhadapnya, aku tak ingin terjebak pada perasaan ini setidaknya hingga dia benar-benar halal bagiku dan aku halal baginya. Tuhan, ku mohon jagalah aku bersama hujan yang kau kirim…