Aku tidak pernah merasa sesendiri ini selama hidupku. Dan saat ini akhirnya aku merasakan apa itu sendiri. Tak ada yang batu karang untukku bersandar ketika butuh kekuatan. Tak ada pohon untukku sekedar bersandar sambil memeluk kedua kakiku untuk menangis. Yang ada hanyalah aku, sendiri, ditengah padang rumput yang gersang dan panas.
Aku kehilangan kompasku. Tak tahu harus ke mana jalan pulang, bahkan aku tak yakin apakah aku punya rumah. Aku mulai kesakitan karena matahari begitu terik, panas, dan membakar kulitku. Perih rasanya. Aku panik! Aku harus ke mana?!
Aku pun berlari, tentu saja tanpa alas kaki karena aku memang tidak punya. Berlari dan terus berlari, tanpa arah, hingga peluh turun deras melalui pelipisku. Napasku terengah-engah, dan dadaku sakit saat mengambil napas berikutnya. Aku bingung, mencari sesuatu yang aku tak tahu pasti apa yang aku cari. Tentu saja aku masih sendiri.
Aku pun mendengar suaramu, lirih namun jelas. Memanggil namaku dengan cara yang tak pernah ku tahu. Aku berusaha mengatur napasku, untuk mendengar suaramu lebih jelas hingga aku tahu dari mana suara itu berasal. Tanpa membuang waktu aku menuju ke arah suaramu, berharap aku bertemu denganmu. Aku tak peduli, betapa lelahnya aku atau betapa sakitnya aku. Langkahku semakin cepat saat namaku kau sebutkan semakin jelas.
Langkahku semakin cepat hingga aku menemukan sebuah pohon, di mana suaramu tak lagi terdengar. Aku menghampiri pohon itu, mencarimu, tapi kau tak ada. Aku pun tertawa, ternyata hanya ilusi. Ilusi agar aku tak lagi merasa sendiri. Tawaku pun menjadi tangis, tangis tersedu-sedu. Aku memeluk diriku sendiri di bawah pohon itu, menangis sejadi-jadinya. Aku lega, meskipun untuk sesaat aku merasakan ilusi itu, aku lega.
Aku pun kembali sendiri, di jalanku. Dan lagi-lagi kau memanggil namaku. Aku tersenyum dan kembali berjalan ke arahmu, yang menungguku di sana.