Sebuah alasan tetaplah menjadi alasan, kecuali kau mampu menegosiasikannya
Aku baru menyadari kalau daya produksiku menurun drastis tahun kemarin. Bahkan aku belum menulis sama sekali tahun ini. Kecuali jika kali ini dihitung sebuah tulisan, maka inilah tulisan pertamaku tahun ini.
Jika ditanya mengapa produktivitasku turun, maka jawabanku adalah aku tidak sedang jatuh cinta (I can see that you're rolled your eyes to me!).
Aku tahu itu absurd dan tidak masuk akal. Tapi kali ini aku akan bernegosiasi denganmu.
Kalau kau bilang alasanku absurd dan tidak bisa kau terima, aku mengerti. Karena memang menulis butuh konsistensi, alasan yang ku berikan kepadamu hanya alasan saja. Kau menganggapku malas. Aku mengerti, aku paham semua itu.
Tapi kalau boleh aku menambahkan, aku belajar melawan mood. Tidak sedang jatuh cinta kemudian tidak menulis adalah keadaan paling buruk yang ku alami, mood paling buruk yang ku alami dan cukup menjadikanku tidak produktif.
Ketika aku sedang jatuh cinta, aku mendapatkan banyak inspirasi. Rasa deg-degan ketika aku melihatnya, saat pipiku memerah karena bersamanya, saat cemburu ketika dia tidak memperhatikanku, bahkan saat patah hati ketika tahu bahwa hanya aku yang menyukainya tetapi dia tidak menyukaiku. Semua itu membuatku menulis. Aku menulis supaya dunia tahu aku sedang jatuh cinta pada pria terbaik di mataku saat itu. Aku menulis supaya aku baik-baik saja saat aku patah hati.
Ironi sekali bukan? :)
Aku memang bukan penulis yang kau harapkan. Tulisanku acak-acakan dan semaunya. Tapi mengetahuimu menggemari tulisanku dan menungguku untuk menghasilkan bacaan baru bagimu, aku bahagia. Aku tahu itu caramu mencintaiku. Maka, bisakah kau membuatku jatuh cinta kepadamu lagi? Supaya aku bisa menulis tentangmu, bahkan saat kau mematahkan hatiku. Jika kau membuatku patah hati sekali lagi, aku harap kau bisa membuatku jatuh cinta lagi. Bisakah kau melakukannya terus. Maka aku akan menulis terus, lagi, dan selamanya.