(Source: Wikipedia) |
Hugh Jackman kembali bernyanyi! Wohooo!!! Saya bersorak riang ketika melihat poster film ini akhirnya rilis di jaringan bioskop di Indonesia. Begitu saya lihat penata musik dan lyricist saya bersorak riang lagi, mereka orang-orang dibalik musik di film La La Land. Bukankah akan memberikan pengalaman menonton yang asyik, pikir saya.
Film ini menceritakan tentang kehidupan P.T Barnum, seorang pemimpin sirkus yang pada akhirnya menjadi pengusaha hiburan yang terkemuka di masanya. Belakangan saya baru tahu bahwa P.T Barnum adalah sosok di balik Barnum & Bailey Circus (Ringling Bros and Barnum & Bailey Circus, sejak 1919 hingga 2017), sebuah perusahaan sirkus terkemuka dunia.
Barnum yang diperankan oleh Hugh Jackman memulai karirnya di bidang hiburan dengan membeli sebuah museum yang hampir bangkrut lalu mengubahnya menjadi panggung pertunjukan yang menampilkan orang-orang aneh. Pada masa itu, orang kerdil, kulit hitam, atau pengidap gigantisme menjadi tontonan menarik bagi masyarakat karena dianggap aneh. Tentu saja di film ini orang-orang itu ditunjukkan sebagai kelompok yang termarginalkan. Melalui musikal yang menghentak dan lirik membangun, Barnum mampu mengubah pemikiran tentang self-value mereka lalu menjadikan mereka bagian dari sirkus sebagai bentuk menunjukkan jati diri. Bahkan Barnum juga berhasil membujuk Philip Carlyle (Zac Efron), untuk berinvestasi di bisnis hiburannya tersebut.
Tidak puas dengan pertunjukan yang dibangunnya, Barnum membujuk seorang diva dari Eropa untuk meluaskan karirnya di Amerika. Barnum pun mendapatkan pasar dan simpati dari kalangan atas. Hal ini memunculkan konflik pada Barnum, Kelompok Sirkus, dan keluarganya.
Sebenarnya tidak ada konflik pelik yang ditunjukkan dalam film ini, bahkan klimaksnya pun tidak menunjukkan kekrisisan yang bisa membuat penontong ingin memaki atau menonjok tokoh utamanya. Saya selalu suka ketika Hugh Jackman bernyanyi atau menunjukkan sisi romantisme lelaki. Zac Efron yang kembali bernyanyi pun membawa saya bernostalgia ke High School Musical. Karena itu, film ini bikin saya bahagia. Sejak awal film disajikan visual yang memanjakan mata, musik yang memanjakan telinga, dan suasana hangat yang disajikan membuat saya tersenyum sepanjang film.
Tetapi jika ingin mengkritisi, ada beberapa hal krusial yang diselipkan sebagai pesan dalam film ini. Pertama, film ini mengangkat pesan tentang 'mimpi dan menjadi diri sendiri'. Tentu saja akan menjadi penyemangat bagi orang-orang yang memiliki kepercayaan diri rendah untuk menggapai mimpi. Ya, live like Barnum, believing in your self, and believing in your dream, that's how you supposed to be. Kedua, film ini secara tidak langsung menunjukkan sisi gelap hiburan sirkus di masa itu. Jika kalian pernah membaca buku atau artikel, pada masa tersebut orang-orang yang memiliki cacat fisik, ras yang berbeda, atau cara hidup berbeda menjadi bagian marginal. Bahkan tak jarang menjadi budak atau komoditas untuk dipertontonkan. Ketiga, Zac Efron dan Zendaya yang terlibat hubungan romantis di film ini mengalami hal yang pada saat itu dialami oleh semua orang yang memiliki hubungan cinta beda ras. Orang kulit hitam adalah budak dan lebih rendah statusnya, orangtua Philip Carlyle pun menganggap Anne Wheeler adalah aib bagi putranya. Keempat, ternyata Ringling Brother and Barnum & Bailey Circus dituntut atas eksploitasi hewan-hewan untuk keperluan pertunjukan pada tahun 2000, hingga berujung pada skandal serupa pada tahun 2011 hingga 2015. Sirkus ini menutup seluruh kegiatannya, tepat 7 bulan sebelum film ini rilis.
Overall, film ini bikin saya bahagia. Tak henti-hentinya ikut bernyanyi atau mengikuti irama musik yang kaya dan megah. Pembuka tahun yang luar biasa, The Greatest Showman.