Kau pernah memberiku edelweis, pada suatu hari saat hujan turun. Saat aku kesal padamu, entah karena apa.
Kau pernah memberiku edelweis, pada suatu hari saat hujan turun. Kau bilang 'Aku tidak memetiknya, aku membelinya dari seorang penjual di kaki gunung kemarin,' aku hanya tersenyum mendengarnya. Kesalku padamu hilang seketika.
Kau pernah memberiku edelweis, pada suatu hari saat hujan turun. Aku mengira kau dan aku akan bersama. Ternyata mimpi kita berbeda, kau dengan jalanmu dan aku dengan jalanku.
Edelweis itu masih di sana, di rumah masa kecilku di lemari pajangan ruang tamu. Aku selalu mengingatmu.
Edelweis itu masih di sana, di rumah masa kecilku di lemari pajangan ruang tamu. Kamu selalu mengingatku.
Edelweis itu masih di sana, di rumah masa kecilku di lemari pajangan ruang tamu. Aku tak pernah mengunjunginya lagi.
Edelweis itu masih di sana, di rumah masa kecilku di lemari pajangan ruang tamu. Kau lupa pernah memberiku edelweis, sama seperti kau lupa memenuhi janjimu mengajakku menonton film terbaru di bioskop.
Ku kira edelweis tak akan pernah layu, bunga abadi katamu. Namun kelopaknya mulai rontok dan batangnya mulai berlubang, kata bibi penjaga rumah masa kecilku.
Kau salah, edelweis tidak abadi. Dia pun layu.
Kau dan aku tidak abadi, kau benar dalam hal ini. Kau dan aku akan selalu memilih jalan berbeda. Seperti edelweis yang memilih layu daripada harus menunggu pemiliknya kembali.
Edelweis pun layu, kau tak mengingatnya dan aku tak pernah kembali.
July 16, 2016
No comments