Saya baru saja membuat garis batas. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk saya sendiri
Sebuah garis, sebuah batas. Berharap bisa melindungi dari segala macam yang bisa menghancurkan.
Bukannya saya takut tantangan, Mulia. Saya hanya tak ingin menghabiskan tenaga saya untuk meladeni mereka yang tak menghargai saya sebagai manusia.
Saya tahu saya salah, Mulia. Saya meminta maaf untuk salah saya. Mulia pun akan memaafkan saya, bukan?
Sebuah garis, sebuah batas. Saya lelah melompat.
Berjalanlah, saya dengar Mulia mengatakan itu pada saya. Menjadi kuat bukan berarti tak pernah terluka. Saya memberanikan diri terluka. Hanya saja kadang, saya tak ingin terluka di tempat yang sama dengan sebab yang sama. Saya bodoh jika saya membiarkan itu terjadi. Bukan begitu, Mulia?
Sebuah garis, sebuah batas. Saya mengambil arah lain.
Bijakkah, Mulia? Bolehkan saya mengambil arah lain? Padahal saya pernah berjanji untuk tetap berada di tempat saya. Tapi saya mulai lelah, tempat itu mulai tak nyaman. Mulai membuat saya sakit di tempat yang sama. Saya akan pergi, Mulia. Sejauh-jauhnya pun tak masalah, asalkan Mulia ada di samping saya. Itu sudah cukup.
Sebuah garis, sebuah batas. Saya hanya punya Mulia.