Semuanya serba tiba-tiba
Hujan yang selalu datang tiba-tiba menghilang. Aku bisa melihat tunas yang tumbuh di halaman rumah, dekat pohon besar yang ditanam moyangku.
Angin musim dingin pun tak lagi berhembus, digantikan angin musim panas yang masuk melalui jendela kamar yang ku buka lebar-lebar.
Aku bisa melihatmu berbaring telungkup di atas selimut kotak-kotak yang kau bentangkan di rerumputan di halaman rumah. Tak jelas kau sedang membaca apa, mungkin novel misteri yang belum sempat kau selesaikan atau mungkin majalah National Geographic yang baru datang pagi ini.
Derap langkah dari sepasang kaki mungil menuju ke arahku. Wajah itu, separuh diriku separuh dirimu, tersenyum lebar. Tak peduli tangannya yang kotor karena pasir, atau sekeliling bibirnya yang belepotan karena es krim. Dia mengoceh tentang kupu-kupu yang tak bisa ditangkapnya dengan tetangga sebelah yang seumuran dengannya. Dia menuntut perhatianku, dan tanpa usaha keras dia mampu mendapatkannya.
Kau pun menatap ke arahku melalui jendela kamar yang ku buka lebar-lebar. Tersenyum dan membisikkan kata yang selalu mampu membuatku jatuh cinta padamu.
Mungkin ini mimpi di musim panas, mimpi yang selalu hadir. Aku tak ingin terbangun.