"Menulis tak menunggu inspirasi, tapi menunggu kemauan (Sevy, 2012)"
Ya, saya mengalami writer's block! Ketika ide saya mampet, seperti pipa yang terhalang sampah.
Ide yang awalnya seperti air mengalir dari kran air, lalu kemudian BANG! Mampet!
Ini menyebalkan! Sangat menyebalkan.
Lebih menyebalkan dari pesan singkat yang tak berbalas, atau telepon yang tidak diangkat.
Writer's Block bisa dialami setiap orang, dan setiap orang pun punya cara sendiri untuk mengatasinya.
Ada yang meninggalkan tulisannya untuk sementara waktu, dan selang waktu itu digunakannya untuk jalan-jalan atau bermain-main sampai akhirnya sense menulis datang lagi bersamaan dengan ide yang lebih segar. Ada yang melampiaskannya pada makanan, dalam hal ini berarti dia akan makan banyak makanan. Atau bahkan mungkin ada yang sampai mengurung diri dalam ruang kerjanya.
Saya pun punya cara sendiri mengatasinya, yakni dengan menuliskannya. Saya menuliskan keadaan writer's block saya sendiri. Seperti sekarang. Atau saya menuliskan hal lain diluar tulisan utama yang saya kerjakan. Lebih banyak menulis tentang hati, patah hati dan jatuh hati. Jauh lebih melegakan ketika saya sudah menuliskan apa yang saya rasakan.
Writer's Block bukan harga mati bagi penulis untuk berhenti menulis. Itu hanya keadaan dimana kami merasa lelah dan merasa bosan. Wajar dan sangat manusiawi.
Saya banyak belajar dari penulis lain saat mengalami writer's block ini, bahwa saya harus mengenali keadaan saya sendiri lalu saya akan bisa mengatasinya sesuai dengan diri saya.
Ah, saya lega menuliskannya.
Saya masih menulis ternyata. :)