Saya rindu berbicara denganmu yang ditemani kopi atau teh ketika hujan turun atau hawa dingin sedang merasuk. Mendengarkan ceritamu dengan seksama, tanpa menghakimimu, tanpa menyela, membuatmu tak merasa terabaikan, membuatmu lega.
Saya rindu menceritakan keluh kesah atau kebimbangan hati padamu. Didengarkan dengan seksama, membuat saya merasa hangat tak peduli jika diluar dingin menggigit tulang. Hati saya hangat.
Saya dan kamu menjadi pencerita yang baik, pun menjadi pendengar. Kamu tidak pernah menghakimi saya, hanya mendengarkan, itu saja.
Saya rindu, kopi atau teh yang terabaikan karena mendengarkanmu atau kamu yang mendengarkanku.
Masihkah kamu jadi pendengarku?
Malam ini udara panas dan pengap menyergap, aku terperangkap.
Dalam rindu yang ternyata sudah terlalu dalam, pada sebuah tempat singgah. Aku rindu pada sunyi syahdu stasiun saat menunggu keretaku datang. Pada keinginan gila yang tiba-tiba menyeruak, aku ingin kamu menemaniku dalam perjalanan ini.
Masih terasa jabat erat tanganmu ketika melepasku di peron, hangat tapi membuatku menggigil hebat. Aku pun rindu senyum hangatmu di bawah hujan saat melihatku muncul di peron dengan koper di tangan.
Stasiun mengingatkanku pada jarak, kepada waktu yang membuat jarak itu. Stasiun mengingatkanku padamu yang menungguku.
June 13, 2013
No comments
Masih kurang beberapa jam menuju harimu. Tapi saya ingin mengucapkannya sekarang. Selamat ulang tahun, Ibu.
Entah doa apa lagi yang bisa aku panjatkan selain semoga engkau bahagia di sana. Entah kata apa lagi yang sanggup ku katakan selain aku rindu. Ya, aku rindu. Masih rindu.
Sudahkah kau sampaikan salamku padaNya, pada Dia yang pernah memberikanmu hidup lalu memberiku hidup melalui dirimu? Sampaikan terima kasihku karena telah memberikan dirimu untuk hidupku.
Terima kasih karena pernah ada dan selalu ada. Terima kasih untuk cinta tanpa syarat dan utuh. Terima kasih membuatku ada, hidup, dan utuh.
Aku rindu, Ibu. Rindu.
June 02, 2013
No comments