Linkedin Instagram

Pages

  • Home
  • About
  • Contact

SEVY KUSDIANITA

let me tell you a story, about you and me falling in love deeply

Inspirasi tak perlu dicari, dia selalu ada, hanya saja kita perlu lebih peka untuk menangkapnya. (dee-2011)
tik tok .... tik tok...
berpacu dengan waktu
dug,... dug... dug... dug.... dug...
berpacu dengan kehidupan
kamu selalu ada, tak pernah kemana-mana.
tes... tes... tes....
menghitung titik-titik air yang jatuh
aku mencarimu
bukankah itu bodoh?
padahal kamu selalu ada, tak pernah kemana-mana
kamu menunggu, menungguku menoleh, lalu mendekapmu
tik tok... tik tok...
aku menemukanmu, dalam dekapanku
January 27, 2012 No comments


Mas, saya kangen sama kamu. Apa kabarmu? Sehat kah? Baik-baik saja? Makanmu teratur?
Kapan ya terakhir kita ketemu? Waktu lebaran kemarin kah? Waktu keluarga kita berkumpul?
Ternyata masih tiga bulan kita tidak bertemu, tapi saya sudah kangen setengah mati sama kamu. Kangen ngerecoki kamu.
Mas, masih ingat saat kita saling curhat berdua di kamar kamu beberapa tahun yang lalu? Waktu itu kamu cerita banyak hal sambil utak-atik komputer, sementara saya tiduran di kasur kamu, menahan kantuk sebenarnya. Waktu itu kamu mau pergi ke Bandung untuk meraih mimpi. Masih ingat apa yang kamu ceritakan ke saya waktu itu? Saya masih ingat detail-nya loh. Dan saya ingat, itu pertama kalinya kamu menceritakan rahasiamu pada saya. Padahal sebelumnya kamu ngga pernah seterbuka itu sama saya. Rasanya saya mau nangis, ketika kamu mulai terbuka sama saya tapi kamu pun akan pergi jauh dari saya pada saat bersamaan.
Tapi Mas, saya bangga sama kamu. Kamu yang selalu berusaha keras untuk meraih mimpi, kamu yang ngga pernah lelah berlari, kamu yang menahan sakit saat berlari itu. Saya bangga sama kamu. Jujur saja, kamu salah satu pendorong saya untuk terus melangkah. Dan kamu salah satu alasan saya untuk berjuang.
Saya bangga, kamu sudah sampai sejauh ini. Tanpa pernah mengeluh, tanpa pernah marah.
Tapi saya juga iri sama kamu. Kenapa? Karena rasanya Ibu lebih membanggakan kamu ketimbang saya. Memang sih kamu itu keponakan tersayang Ibu, dan selalu dibanggakan. Itu bikin saya iri setengah mati. Apalagi ketika kamu meraih nilai lebih tinggi dari saya di pelajaran matematika dan fisika yang saya benci itu. Ibu selalu bilang ke saya untuk rajin belajar seperti kamu, supaya bisa jadi juara di kelas, dan supaya bisa masuk universitas negeri. Rasanya saya pengen mukul kamu kalau kamu waktu itu.
Saya tahu, kamu orang yang langsung menangis begitu Ibu pergi. Karena saya tahu, kamu sangat mencintai Ibu, seperti kamu mencintai Mama. Dan saya tahu, kamu bakal berjanji pada diri kamu sendiri untuk menjaga saya setelah Ibu pergi, tanpa diminta oleh siapa pun. Karena saya tahu, kamu juga mencintai saya seperti kamu mencintai Alya.
Saya senang sekaligus terharu ketika kamu rela pindah kamar waktu saya mengunjungi kamu di Bandung bulan Juli lalu. Saya juga terharu kamu rela tidur di lantai yang dingin supaya saya tidur di kasur yang hangat. Dan saya percaya, bahwa kamu akan menjaga saya seumur hidupmu.
Saya juga senang ketika kencan sama kamu di Bandung, berasa kencan sama pacar sendiri (padahal saya ngga punya pacar). :D
Saya selalu merasa menang kalau jalan sama kamu. Karena saya bisa mematahkan hati banyak cewek yang suka sama kamu, tapi yang ngga pernah tahu hubungan kita. Kamu itu populer, hanya saja jarang nyadar kalau kamu sebenernya populer. :p
Mas, kamu nyadar ngga sih kalau selama ini kita bersaing? Hanya saja kita bersaing di jalan yang berbeda. Saya dan kamu memiliki mimpi yang berbeda, namun kita bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling tepat dalam meraih mimpi kita masing-masing. Dan jujur saja, saya merasa masih ketinggalan jauh sama kamu. Dan sekali lagi, saya iri sama kamu. Tapi lihat saja nanti, saya akan buktikan ke kamu kalau mimpi saya itu tepat buat saya. Jadi jangan merasa menang dulu ya?!
Saya mencintai kamu, Mas. Kamu kakak terbaik yang saya miliki, tak akan pernah tergantikan. Kamu cowok paling ganteng setelah Ayah. Jadi, saya mempertimbangkan kamu buat jadi pendamping wisuda saya nanti, menggantikan Ibu.
Mas, janji sama saya ya... kalau kamu bisa menjalani mimpimu nanti, jangan pernah berhenti menjaga saya. Karena kamu salah satu penyangga saya.
Saya mencintai kamu, Mas.
January 20, 2012 3 comments

Duniaku luas, tapi sempit. Itu katamu.
Aku hanya tertawa, mengiyakan apa yang kau katakan. Tak mengingkari atau membantah. Karena aku pun merasa begitu.
Sayang sekali kamu tak pernah menanyakan mengapa duniaku memiliki tempat sempat itu, tempat yang seharusnya tak pernah ada di dunia yang ideal.
Tempat sempit yang tak pernah kamu miliki, hanya aku yang punya tempat sempit itu. Hanya aku.
Tempat sempit itu menyembunyikan lukaku, luka yang kau sebut berbau fisik, tapi nyatanya lebih dari sekedar fisik. Luka yang menggerogoti aku perlahan.
Kau tak pernah menanyakannya. 
Kau bilang runtuhkan tembok itu, berani mencintai setiap hal yang bisa membuat luka itu menganga lebih lebar. Hingga aku tahu dimana harus menyembuhkannya. Dimana aku bisa mencintainya dengan lebih luas.
Seperti hujan yang selalu ku benci, ku benci karena selalu membuatku sakit saat harus berhadapan dengannya. Mencintai hujan sama dengan mencintai setiap sakit yang mampir, setiap sesak yang menusuk dada.
Dan kau pun tak pernah menanyakan mengapa tembok itu masih berdiri kokoh dan mengapa hujan selalu membuatku sakit. Ah tidak, aku salah, kau pernah menanyakannya, dan aku menjawabnya dengan kata2 metafora yang bahkan tak penah kau mengerti.
Tak apa-apa, itu tak penting sekarang. Karena aku mulai berdamai dengan perbedaan, karena aku mulai berdamai dengan dunia dua dimensi yang kau miliki.
Aku harus bisa berdamai dengan semua hal, seperti katamu. Supaya aku bisa berdamai dengan kehidupan. Supaya aku bisa mengobati sayapku ketika aku jatuh dari dunia imajinasi tempatku hidup saat ini ke dunia penuh realitas tempatmu dan yang lain berada.
Ya, aku mencoba berdamai.
Pertama berdamai dengan diriku, kemudian dengan kamu. 
January 15, 2012 No comments

menikmati hujan untuk pertama kali, menikmati setiap tetes air yang mengenai wajah
satu per satu, dingin menusuk kulit hingga tulang, harum menghipnotis yang menenangkan
seperti menghapus luka, perih awalnya lalu hilang meskipun masih berbekas
seperti belajar mencintaimu, mencintai setiap luka saat tak saling memahami, mencintai setiap kesenangan yang singgah
mencintaimu seperti berdamai dengan masa lalu, berdamai dengan luka
belajar mencintaimu, belajar berdamai dengan luka
January 14, 2012 No comments
Ketika jantungku masih berdetak untukmu, apakah jantungmu juga melakukan hal yang sama?
Dug... Dug... Dug... kau dengar? Dia masih berdetak untukmu
Aku menghitungnya, sekitar 80 denyut per menit. Mungkin bisa mencapai 100 denyut ketika kau ada di dekatku.
Dug.. Dug.. Dug.. Dug... kau masih mendengarnya? Dia berdetak untukmu.

Jantungku masih berdetak untukmu.
Dug... Dug... Dug... Dug...

*masih menunggu sebuah harapan, dan berharap jantung ini masih berdetak ketika harapan itu tak pernah datang.
January 12, 2012 No comments

Masih ingat, tulisanmu tentang saya beberapa waktu yang lalu? Tulisan yang indah dan jujur saja membuat saya sangat terharu. Membuat saya beruntung memiliki sahabat seperti dirimu.
Sekarang, saya pun ingin menulis tentangmu. Dan, tentu saja tentang kita.

Saya tak akan menuliskan lagi bagaimana kita bertemu, atau bagaimana kita menjadi dekat. Kamu sudah menuliskannya, lagi pula itu menjadi tak penting untuk saat ini. Yang penting adalah, kita pada waktu ini.
Kamu tahu, tung, apa arti kamu bagi saya? Kamu itu pelangi bagi saya.

Kamu yang dengan sabarnya mendengarkan setiap keluh kesah saya, setiap kebahagian saya, dan setiap kemarahan saya. Saya begitu kagum dengan kemampuanmu mendengar dan kemampuanmu merangkai kata untuk menimpali setiap ocehan saya. Saya yakin, kamu masih ingat betul setiap detail cerita yang saya sampaikan ke kamu hingga saat ini. Terima kasih karena telah mendengarkan.

Kamu yang dengan sabarnya, tak pernah lelah mengingatkan saya bahwa cinta itu ada. Bahwa cinta itu harus dinikmati, bahwa cinta itu anugerah. Saya masih ingat betul ketika kamu sangat geram setiap kali saya bertanya tentang alasan mencintai dan dicintai. Saya juga masih ingat ketika kamu menggelengkan kepala berkali-kali saat saya dengan skeptisnya menolak rasa cinta yang datang dari seorang laki-laki, hanya karena saya takut terluka lagi. Sebenarnya lucu sekali melihatmu yang berusaha mati-matian meyakinkanku bahwa aku layak mendapatkan cinta dan sesungguhnya tak perlu alasan untuk mencintai.

"Setiap pertanyaan itu belum tentu perlu dijawab, karena memang sudah ada jawabannya, dan memang tak perlu dipertanyakan"
"Semua hal itu tak selalu memiliki alasan"
Itu yang selalu kamu katakan pada saya. Saya mengingatnya dengan baik dan berusaha meyakininya. Kamu masih sabar menunggu kan?

Kamu yang selalu ceria di hadapan saya, tanpa kamu sadari semangatmu itu selalu menular pada saya. Kamu yang selalu memiliki pikiran positif, sedikit banyak mempengaruhi pemikirian saya juga. Kamu yang selalu tulus dalam melakukan setiap hal, mengingatkan saya akan Tuhan yang juga selalu tulus mendampingi setiap makhluknya. Bagi saya, kamu memiliki perilaku Tuhan itu.

Kamu yang sedikit banyak selalu sepemikiran dengan saya tentang kehidupan kampus, tentang politik yang berseliweran di sekeliling kita. Kita selalu berpendapat bahwa jangan terlalu serius menanggapi politik kampus, daripada merasakan sakit hati yang tidak jelas. Saya masih meyakini itu loh, Tung.

Terima kasih telah menjadi fans atas karya yang mulai saya bangun. Terima kasih atas kritikan yang kamu berikan pada setiap karya yang saya buat. Terima kasih telah setia menunggu karya-karya saya. Terima kasih telah mendukung langkah yang saya ambil tentang karya saya, saya kagum atas dukungan kamu yang tak pernah berhenti dan tak pernah lelah.

Dan yang paling penting, terima kasih telah memahami dunia saya. Sekali lagi, saya beruntung memiliki kamu. Kamu yang mau mampir di dunia saya, ketika orang lain tak ingin mampir atau hanya sekedar menengok. Kamu yang mau merasakan dunia saya ketika saya sendiri pun tak yakin dengan apa yang saya pilih. Terima kasih telah meyakinkan saya bahwa dunia yang saya pilih tidak salah.

Kamu pelangi bagi saya, Tung. Warna bagi dunia saya yang selalu saya bilang hanya ada hitam dan putih saja. Kamu pelangi bagi saya, dan akan selalu menjadi pelangi.
January 11, 2012 No comments
"Bagimu aku adalah pendosa, yang meminum arak kehidupan dan mabuk akan puisi cinta"

Kau dan aku, memiliki dunia yang tak sama, meskipun bernafas dengan udara yang sama. Lagi-lagi tentang dunia, dunia yang cukup menjadi alasan bagiku untuk menilai bahwa kita berbeda.
Kau, dengan dunia para orang suci, menjauhi arak kehidupan dan menghindari puisi cinta. Aku, dengan dunia para pendosa, yang meminum arak kehidupan dan mabuk akan puisi cinta.
Duniamu memainkan peran dalam dunia warna kepentingan yang tak pernah ingin ku injak, hanya karena aku takut kehilangan rasionalitas dan rasa dalam jiwa. Duniaku memainkan peran dalam kehidupan warna warni duniawi, menyuguhkan segala macam asa dan penghiburan bagi pesakitan, menyuguhkan luka tanpa harus berbohong.

Aku mencoba bersahabat dengan duniamu, masuk ke dalamnya, namun tak terlalu dalam. Aku ingin tahu, aku ingin merasakan, dan aku ingin memahami, hingga aku bisa memandang segala hal dari sudut pandang yang berbeda. Tak menghakimi dan tak memaki. Aku bersahabat dengan para orang suci, hingga akhirnya aku terluka sendiri.
Hanya sebuah alasan sepele, namun entah mengapa membuatku begitu terluka. Aku merasa seperti orang asing dalam dunia yang mulai ku kenal dan ingin kujajaki. Aku mendapati kalian memiliki karakter yang sama dengan para pendosa, dimana kalian juga mabuk, hanya saja kalian begitu rapi menutupinya. Aku terluka ketika mendapati kalian 'menghujat' orang-orang yang menjadi lawan dalam lapangan permainan kalian. Aku kehilangan eksistensi makna orang suci yang selalu diagung-agungkan.

Aku merasa terasing, hingga akhirnya aku bersimpuh dengan darah dari luka yang aku timbulkan sendiri.

Aku melakukan penghakiman yang seharusnya tak pernah ku lakukan, dan aku menyesal melakukannya. Tapi tolong, tengoklah mengapa aku melakukan penghakiman itu? Mengapa aku berbalik menjauh? dan mengapa aku merasa terasing kemudian pergi?

Aku mengagumi kalian yang mampu mencintai tanpa dosa. Aku mengagumi perilaku kalian yang selalu jauh dari dosa. Mengagumi setiap tujuan mulia dalam setiap langkah yang kalian tapaki. Mengagumi setiap hasil atas perjuangan kalian. Tapi, ah, ternyata kalian juga manusia biasa, seperti aku. Hanya saja aku begitu muak dengan topeng yang kalian kenakan, dimana kalian menyembunyikan kemabukan tingkat tinggi daripada pendosa seperti kami. Dan kalian menyebut kejujuran cinta kami sebagai bagian dari zina yang tak pernah ingin kalian sentuh. Aku menemukan setiap langkah kalian berdasarkan pada tujuan atas identitas yang melekat, dan sering kali aku berpikir tidakkah kalian bisa melangkah dengan tujuan yang ikhlas tanpa identitas yang ada, melangkah sebagai makhluk Tuhan? Karena identitas yang melekat mengaburkan segala tujuan mulia itu bagi kami, para pendosa.

Aku memaknai cinta sebagai sesuatu yang diberikan tanpa syarat, dilakukan dengan tulus dan ikhlas, dan mampu berkorban. Aku memaknai cinta tanpa dosa sebagai sesuatu yang sakral dan tak pernah ada nafsu dan zina didalamnya. Oleh karena itu aku dan para pendosa mampu memilah antara keinginan untuk memiliki dan keinginan untuk memberi, bersikap jujur adalah salah satu cara kami untuk membedakan kedua hal itu. Aku menikmati setiap cinta yang ku berikan pada sahabat-sahabatku, memberikan segala yang aku miliki kepada mereka tanpa syarat, dan tanpa prasangka.

Aku dan kalian memiliki Tuhan yang sama dan menyembah dengan cara yang sama. Mungkin yang membedakan adalah cara aku dan kalian dalam mencintai Tuhan. Aku mencintai Tuhan dengan cara mencinta sesama dengan jujur, melangkah di jalannya dengan jujur, dan mencapai tujuannya tanpa identitas yang mengikat, hanya aku, sebagai makhluk Tuhan. 

Aku mencintai kalian, hingga aku tak peduli jika dianggap sebagai pendosa. Dan aku tak lagi peduli jika kalian menjauh, atau mungkin aku yang akan pergi sebelum terusir dari dunia kalian. Aku masih mencintai kalian, berharap mampu memahami mengapa aku bersikap begitu defensif terhadap kalian akhir-akhir ini. Aku tak meminta kalian memasuki duniaku, tak juga meminta kalian menengoknya. Aku masih ingin terus menghormati dan menghargai yang kalian pilih, hingga aku tak lagi bernafas. Aku masih ingin mencintai kalian, hingga tubuhku hancur bersama tanah. 


January 06, 2012 No comments
"Apa impian kamu?"
Pertanyaan yang sering sekali datang, tak peduli apa pun keadaannya. Mimpi, daftar angan-angan yang selalu bergantung di langit-langit pikiran dan hati. Menjadi faktor pendorong dan penarik bagi semua orang untuk melakukan setiap langkah demi mewujudkannya. Setiap orang memiliki mimpi yang berbeda, tergantung karakter dan tujuan hidupnya.

"Apa mimpimu?"
Tak luput juga ditanyakan padaku. Hmm, aku harus menjawab apa? Terlalu banyak isi daftar itu, atau mungkin terlalu 'mimpi'?
Aku dan mimpiku, mungkin berbeda dengan yang lain. Mungkin juga ada beberapa yang sama. Hanya saja aku merasa 'berbeda'.
Aku merangkum mimpiku dalam sebuah kata, Cinta. Magis bukan?
Cinta, dimana aku tak akan pernah mau mendefinisikannya (lagi). Dimana aku mendedikasikan setiap langkahku untuknya. Bernafas untuknya, dan mati untuknya.
Cinta, dasar dari mimpiku. Melakukan setiap hal demi dia. Menjaga agar dia tak pernah mati.
Aku menulis karena cinta. Karena kecintaanku pada dunia literatur, karena kecintaanku pada seni, dan karena kecintaanku pada umat manusia.
Aku ingin berpetualang karena cinta. Melihat setiap milimeter cinta dalam setiap jengkal langkah, setiap keringat, dan setiap darah. Melihat setiap makhluk jatuh cinta. Melihat setiap debu kembali ke tanah, dan melihat setiap aliran air kembali ke laut. Aku ingin berpetualang untuk kembali lagi. Cinta selalu pulang.
Aku ingin mendekapmu dengan erat dan hangat. Memberikan segala yang aku miliki untukmu, tanpa pernah kau minta. Hingga kau bisa memberikan segala hal yang kau miliki untuk seluruh dunia tanpa perlu diminta.
Aku ingin membuat pelangi. Titik demi titik, garis demi garis, warna demi warna, sedikit demi sedikit, satu per satu. Menuju Kau, wahai sang Pemilik Cinta. Hingga Kau bisa mendekapku dengan cintaMu.
January 01, 2012 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me




a wanderer, in a past time and to the future
a reader, who suddenly stop to laughing or crying
once an editor, who loves to read so much


Blog Archive

  • ►  2018 (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (29)
    • ►  December (4)
    • ►  November (4)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (1)
    • ►  January (4)
  • ▼  2012 (41)
    • ►  December (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (4)
    • ►  May (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ▼  January (8)
      • Inspirasi
      • Pesaing-ku (Quota Alief Sias)
      • Berdamai Denganmu
      • Mencintai Hujan
      • Detak
      • Pelangi (Primadiana Yunita, @nitanitung)
      • Pendosa
      • Membuat Pelangi
  • ►  2011 (42)
    • ►  December (13)
    • ►  November (5)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  January (2)
  • ►  2009 (10)
    • ►  July (1)
    • ►  May (9)
  • ►  2008 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (3)

Pageviews

Cuap-Cuap

Tweets by SevyKusdianita

Created with by ThemeXpose