Linkedin Instagram

Pages

  • Home
  • About
  • Contact

SEVY KUSDIANITA

let me tell you a story, about you and me falling in love deeply

Jika kau memang ingin melindungiku, tetaplah di sampingku. Jangan menjauh, meskipun kau tahu aku akan terluka jika kau tetap di sampingku

Aku rasa kau ingat betul apa yang pernah ku katakan tentang melindungi, dan aku rasa kali ini kau benar-benar melakukan apa yang pernah aku katakan. Entah itu hasil refleksi kesalahan yang pernah kau lakukan terhadapku, atau  kau memang menganggap kata-kataku benar. Apa pun itu, aku tetap senang kau melindungiku kali ini.
Ini akan berat, kataku pada diri sendiri ketika memulai suatu hal yang belum pernah aku lakukan. Kau selalu melihatku sebagai perempuan pemberani yang mampu menaklukkan apa pun, termasuk diriku sendiri. Maafkan karena ternyata aku meninggalkan kesan seperti itu kepadamu. Sejujurnya aku takut, aku selalu ketakutan ketika aku harus masuk ke dunia yang tidak pernah aku injak. Aku selalu takut untuk melangkah. Alasan mengapa pada akhirnya aku memberanikan diri adalah, karena aku tahu kau akan selalu ada di dekatku, melindungiku dari rasa takutku sendiri, membuatku mampu melakukan apa pun hanya karena kau percaya aku akan mampu melakukannya. Kau meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Seperti ketika aku harus masuk lagi ke dunia yang pernah melukaiku. "Ada aku," katamu waktu itu. Ku kira kau tidak sungguh-sungguh dengan kalimatmu itu, dan ku kira kau akan meninggalkanku terluka sendirian lagi seperti waktu itu. Aku terkejut, kau tidak meninggalkanku. Kau tetap bersamaku dari langkah pertama hingga terakhir.
Kau tidak pernah merangkul bahuku untuk menguatkan. Kau juga tidak pernah menggenggam tanganku untuk menenangkan. 
"Kita makin pintar berkomunikasi," katamu suatu hari. 
"Hanya dengan tatapan mata, aku selalu tahu apa yang kau pikirkan dan anehnya aku juga punya pikiran yang sama," aku menambahkan. Kau mengangguk sambil tersenyum.
Ya, hanya dengan tatapan sedetik itu, aku akan selalu tahu kau sedang menguatkan dan menenangkan. Aku tahu.
Aku selalu tahu, kau masih akan terus melindungiku.
December 25, 2013 No comments


Kata orang, ada jeda diantara kereta terakhir dan kereta pertama yang beroperasi pada hari itu, jeda ketika orang-orang memutuskan akan mengunggu atau tidak. Jika kamu ada diantara waktu itu, apa kamu juga akan seperti mereka? Memutuskan akan menunggu atau tidak.
Berada diantara jeda berarti selalu tentang kebimbangan, hatimu telah memilih namun tampaknya tidak semua sepakat dengan pilihan hatimu itu. Apakah itu yang membuatmu gamang? Atau mungkin apa itu yang membuatmu terluka?
"Ada yang belum terselesaikan" katamu, "Ada yang belum terjawab" katamu sekali lagi.
Sampai kapan kamu akan memakai alasan itu untuk tetap mengisi waktumu dengan kegamangan yang tiada batas itu?
Kamu mengingat setiap jengkal kenangan yang ada. Kamu menapak satu per satu jejak kenangan itu di setiap sudut kota ini. "Aku tidak bisa meninggalkannya", kamu terjebak lagi.
Kamu tidak ingin mengingat setiap khawatir yang ada ketika tak ada pesanmu yang berbalas.
Kamu tidak ingin mengingat setiap perih yang mampir ketika dirinya menggenggam tangan yang lain.
Kamu tidak ingin mengingat bahwa kalian pernah memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri.
Kini kamu berada diantara jeda itu, memutuskan, lalu ragu lagi.
Kamu menunggu, ya, pada akhirnya kamu menunggu lagi kereta pertamamu.
December 15, 2013 No comments
Hei kamu, iya kamu, teman kencan saya. Apa kabarmu? Apakah kamu masih malu-malu ketika saya selalu menyebutmu sebagai teman kencan saya? Apakah kamu masih menyembunyikan diriku di balik punggungmu ketika kamu ketahuan kencan dengan saya? Ah, kamu mengangguk. Kamu memang teman kencan saya, teman kencan sembunyi-sembunyi.
Saya ingin bercerita kepadamu. Akhir-akhir ini saya tidak terlalu bersemangat menjalani hari-hari saya. Energi penuh yang selalu saya miliki, yang sering kau irikan dariku, tiba-tiba saja menguap. Saya benci hal ini. Kemudian saya berpikir apakah ini karena saya kehilangan salah satu sumber semangat saya? Saya kehilangan kamu.
Saya merindukan waktu kamu mengirimkan pesan singkat kepada saya untuk set a date and have some dinner. Ah iya, meskipun tidak makan malam setidaknya kita akan menikmati waktu bersama dengan ditemani kopi kesukaan saya dan cokelat panas kesukaan kamu. Kita akan berbincang apa saja, mulai gosip yang ada di sekitar kita hingga mimpi-mimpi masa depan.
Baiklah saya akui, saya pada akhirnya punya teman baru untuk minum kopi. Namun tentu saja dia sangat berbeda denganmu. Saya tidak akan membandingkanmu dengannya, karena saya tahu kalian orang yang berbeda. Saya hanya akan membandingkan rasa kencan saya ketika bersamamu dan ketika bersamanya.
Ketika saya bersamamu, saya akan sangat bersemangat sekali. Bahkan saya memilih dengan hati-hati pakaian yang akan saya kenakan ketika bertemu kamu. Meskipun kamu tahu saya bukan orang yang suka berdandan, tapi saya akan selalu ingin tampak enak dilihat ketika bersamamu. Saya tidak ingin mendapat tatapan menghakimi dari orang-orang di sekitar ketika bersamamu. Saya pun akan berkali-kali melirik ke jam tangan yang selalu saya pakai di tangan kanan, menunggu kamu yang berjanji menjemput saya pada waktu yang telah kita sepakati. Saya pun akan was-was apakah kamu akan membatalkan secara mendadak janji kencan kita atau tidak. Ya, saya tahu kamu sibuk tapi kamu selalu mampu meluangkan waktu untuk ngobrol denganku meskipun saya harus menunggmu selesai dengan semua pekerjaanmu. Ketika bersamamu pun kita selalu bisa talk some random things.
Berbeda ketika saya bersama orang itu. Saya tidak peduli baju apa yang akan saya kenakan, bahkan saya tidak peduli dengan tatapan menghakimi dari orang-orang di sekitar saya dan dia ketika kami bersama. Saya bahkan tidak peduli apakah dia membatalkan janjinya atau tidak. Saya juga bahkan tidak menolelir segala keterlambatan yang dilakukannya. Saya jadi perempuan sengit yang tidak suka jika kemaunnya tidak dituruti. Satu lagi, saya merasa obrolan yang kami lakukan tidak seimbang. Saya harus menjelaskan hingga hal-hal yang paling sederhana kepadanya. Saya pun akhirnya lebih memilih untuk memainkan gadget yang hampir tidak pernah saya sentuh ketika bersamamu, bahkan saya mampu membaca ketika ada orang lain di depan saya. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan ketika saya sedang ngobrol dengan orang lain. Saya pun membatasi topik pembicaraan ketika bersamanya. Tidak bebas.
Hei teman kencanku, apakah saya ini terlalu jahat ataukah terlalu naif? Hingga saya menutup diri dan tidak memberikan kesempatan?
Ah, proses. Iya, kamu selalu mengatakan bahwa saya perlu proses untuk membuka hati. Ini salah satu proses yang harus saya lakukan bukan?
Ketika kamu berada di dekat saya, saya selalu punya kemampuan untuk berani bermimpi lebih tinggi dan berani memimpikan hal-hal absurd. Saya pun selalu memiliki energi untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Kali ini saya hanya harus membiasakan diri jauh darimu, dan menjaga agar energi-energi itu masih eksis. 
Ketika kamu ada di dekat saya, saya selalu bisa menjadi penyabar untuk mengimbangimu yang meledak-ledak. Hanya saja kali ini saya harus membiasakan sabar itu tetap berada di sana, meskipun kamu tidak ada di dekat saya.
Saya merindukan semua energi yang kamu tularkan kepada saya. Saya juga merindukan cemberutmu ketika saya mulai tidak sabar menghadapi ledakan emosimu. Pada akhirnya, saya merindukan kamu.
Baik-baiklah di sana, teman kencanku. Saya tidak memintamu untuk menggantikan saya sebagai teman kencamu, saya hanya ingin kamu tetap sama atau bahkan lebih baik ketika saya tidak berada di dekatmu.
Ah iya, sampaikan salam saya kepada semua orang yang saya sayangi yang masih ada di tempat yang sama ketika saya pergi meninggalkanmu dan mereka. Sampaikan salam sayang saya kepada mereka.
December 02, 2013 No comments
Halo Zat Maha Dahsyat, terima kasih untuk setiap hembusan nafas dan setiap peduli yang Engkau berikan. Saya berjanji untuk terus memberikan alasan hidup bagi orang tercinta karena saya yakin Engkau akan terus memberi saya alasan untuk hidup. Meskipun hati saya sedang kacau, jangan biarkan saya mengacaukan hati orang lain pula.
December 02, 2013 No comments
Kamu
Bukankah aku selalu mengatakan inspirasi ada di mana-mana? Inspirasi selalu ada, kamu harus jeli supaya bisa memeluknya. Ah iya, sudahkah aku mengatakan kamu gudang inspirasi bagiku?

Buku
Aku dengan buku puisiku, kau dengan buku matematikamu. Hampir semua memandang ke arah kita ketika kita sedang sibuk dengan dunia kita masing-masing. Setidaknya kita masih bersama, iya kan?

Jarak.
Pada akhirnya sebuah jeda bernama jarak berada di antara kita. Aku berada di negeri yang tak pernah tidur. Kamu berada di negeri yang penuh awan putih seperti cotton candy.
Jarak itu sering mempermainkan kita. Membuatku menunggu, membuatku gelisah. Membuatmu kesal, membuatmu lelah.
Tapi ketika kita masih menghirup udara yang sama, melihat bulan yang sama, masihkah jarak eksis bagi kita?


Aku sering tersesat akhir-akhir ini. Mencari kamu, mencari gudang inspirasi untuk puisi-puisi yang biasa ku tuliskan. Aku mencarimu, menggali waktu-waktu terbaik yang pernah ada, memanggil setiap kenangan.
Aku mencarimu, mencari keindahan diksi dalam rumus-rumus matematika yang pernah kau selesaikan.
Ah iya, ternyata aku merindukanmu.
November 24, 2013 No comments
"Aku merindukanmu. Apa yang bisa kulakukan?"
Aku menuliskan pesan singkat itu diiringi suara air hujan yang menyentuh atap seng. Suaranya berisik, mengaburkan suara-suara orang lain di sekitarku yang sedang bercakap-cakap. Aku ingin pulang, gerutuku dalam hati. Hujan, ku mohon segeralah berhenti.
Tak nyaman rasanya memakai baju yang lembap dalam waktu lama, kaki ku pun basah dan banyak pasir yang menempel. Hujan selalu mebuatku kesal sendiri.
Pesan singkat itu pun terkirim. Aku tak antusias menunggu jawabannya. Sudah lama aku tak antusias lagi menunggu jawaban dari sebuah pesan singkat di mana aku menuliskan 'rindu' di dalamnya. Aku memutuskan untuk berhenti antusias.

"Hiya, geli juga. Apa yang bisa dilakukan? Bingung juga aku"
Aha! Ini jawaban yang aku terima. Aku pun tersenyum kecil, ternyata pesan singkat yang ku kirim berbalas. Tapi tunggu, mengapa aku bisa merasakan hanya separuh bibirku yang terangkat? Aku sedang tersenyum bukan? Mengapa hanya separuh? Mengapa tidak penuh?

"Yang pasti aku tidak akan langsung packing untuk menemuimu"
Aku menuliskan kata-kata itu tanpa berpikir panjang. Tak ada lagi berpikiran panjang hanya untuk menulis sebuah pesan singkat yang. Ku kirimkan padanya. Lalu tak berbalas lagi.

Iya, aku kesal. Aku kesal pernah merindu. Tapi apakah bisa aku menghindari rindu yang tiba-tiba menyeruak? Bagaimana jika rindu itu datang lagi?

Apa yang bisa kulakukan?
November 15, 2013 No comments
Kamu egois. Sudahkah aku mengatakan itu?
Ketika kamu meminta alasan tentang mengapa aku disampingmu.

Kamu bodoh. Sudahkah kau membaca karya para penyair itu?
Ketika kamu memintaku mengatakan tentang mengapa aku menyukaimu.

Kamu bodoh. Sudahkah kamu bercermin?
Ketika kamu bertanya padaku mengapa aku melangkah lebih jauh.

Mungkin aku bisa mengutip banyak kata dari penyair-penyair itu tentang mengapa aku disampingmu.
Namun apakah kau tidak merasa kalau itu sangat picis?
Aku tidak pernah bisa memberikan alasan-alasan itu, aku bahkan tidak pernah tahu alasan-alasan itu eksis.

Mengapa aku menyukaimu?
Apakah kau telah membeli cermin seribu dari penyihir yang ada di pasar itu? Ataukah justru kau tertipu kata-kata penyihir itu lalu kau membelinya?
Aku tahu kau kesal karena tidak mendapat jawabannya.
Mengapa kau masih saja mencari jawabannya, sedangkan jawaban itu tak pernah ada. Aku kesal padamu.

'Mengapa kau tidak disampingku lagi?'
Tahu kah kau berapa banyak pisau yang menyayat tubuhku saat kau bertanya itu padaku? Ah, ironis.
Karena aku tahu jawaban untuk pertanyaan itu.
Ada seratus orang yang mengajukan alasan mengapa aku harus bersamamu. Namun hanya satu egoku yang mampu mematahkan seratus alasan itu. Aku tak bisa bersamamu lagi.
November 14, 2013 No comments
Setiap gerak lincah jemariku diatas keyboard komputer, ada yang membisikkan namamu
Setiap gerak lincah jemariku diatas tuts piano, tawa gemerincingmu jadi nada yang ku pertimbangkan
Setiap gerak lincah jemariku bersama pensil warna dengan sketch book di pangkuan, potretmu hadir meminta porsi sketsa di buku gambarku
Kamu menemaniku dalam setiap puisi dan nada yang tercipta
Kamu selalu tak sabar mendengar cerita hasil imajinasi liar
Kamu selalu jadi yang pertama ku cari aku terjebak dalam sisi gelap ruang karya
Kamu penghantar inspirasi
November 04, 2013 No comments
Ah, aku jatuh cinta.
Setidaknya aku bisa mengenali perubahan detak jantungku saat mendengar namamu. Setidaknya aku menyadari berapa kecepatan detak jantungku saat kamu menatap mataku dengan sorot jenaka yang manja.
Setidaknya aku bisa menyadari pipiku yang bersemu merah, panas, dan hampir terbakar saat kamu menyunggingkan senyum separo dibibirmu. Ah iya, aku penasaran mencecap rasa bibirmu.
Aku tahu apa yang terjadi padaku saat aku ingin terus bersamamu, meskipun aku dan kamu sama-sama sadar kita sudah duduk di meja untuk berdua di coffee shop favorit kita sejak lima jam yang lalu. Aku tak ingin kamu menyudahi percakapan hangat itu dan mengajakku pulang.
Aku juga tahu apa yang terjadi padaku ketika kamu memintaku memelukmu disaat kamu patah hati. Aku ingin menahanmu di sana, di lengan dan pundakku.
Hei, apakah kamu bisa mendengar detak jantungku yang berpacu saat kamu mengatakan rindu setelah kita bertengkar? 
Kamu selalu membuatku ingin tahu tentang harimu, tentang apa yang kamu lakukan seharian ketika tidak bersamaku.
Kamu selalu membuatku penasaran bagaimana rasanya menggenggam tanganmu di depan umum saat kita berjalan beriringan, ingin tahu rasanya mengamit lenganmu saat lensa kamera menangkap gambar kita. Aku ingin tahu.

Tapi, ini apa?
Jantungku mulai berdetak normal, 80 kali per menit, saat kamu menatap diriku yang terpisah oleh jendela restoran tempat kita berjanji untuk bertemu. Meskipun aku tahu, diriku menggebu untuk segera menatap wajahmu dari dekat. Ingin segera kau memperkecil jarak yang pernah mempermainkan kita.
Tapi ini apa?
Aku tidak bisa merasakan panas di pipi, aku pun bisa merasakan pipiku tak lagi memerah saat kamu menyunggingkan senyum separo dari bibirmu. Meskipun aku tahu, aku mati-matian ingin melihat senyum itu.
Tapi ini apa?
Aku tidak lagi terlalu menggebu ingin tahu tentang harimu, saat kita berbicara lewat gelombang. Meskipun aku tahu aku rindu mendengar suaramu setiap hari. Aku rindu namamu muncul di ponselku setiap waktu.

Aku tidak lagi memahami apa yang terjadi. Aku mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada diriku. Namun yang kutemukan hanyalah yang tak pernah kutemukan namanya.

Jogja, 25 Oktober 2013
Aku masih merindu

October 25, 2013 No comments
Malam pekat merambat saat saya berusaha menyelesaikan satu outline tulisan dengan ditemani playlist winamp yang memutar koleksi musik di komputer saya secara acak. Tiba-tiba saya winamp memutar lagu Totalitas Perjuangan lalu merambah ke rekaman sumpah mahasiswa. Saya bukan aktivis mahasiswa pada masa kuliah dulu, saya bahkan tidak pernah ikut turun ke jalan bersama para aktivis yang diantaranya ada teman-teman yang berada di lingkungan pergaulan saya. Namun itu tidak menghentikan darah berdesir halus di sekujur tubuh saya. Merinding.
Saya tidak tahu siapa penciptanya. Apakah lagu itu pertama kali didengungkan di jalanan pada saat Gerakan 1998? Apakah sumpah itu di teriakkan pada tahun yang sama? Saya bahkan tidak tahu bagaimana lagu itu berada di deretan koleksi lagu-lagu saya. Saya tidak tahu.
Mungkin orang berpikir saya terlalu menyia-nyiakan kehidupan mahasiswa saya dengan tidak ikut andil dalam gerakan mahasiswa apa pun. Bahkan saya yakin, sahabat-sahabat saya pun menyayangkan minimnya pengalaman berorganisasi saya pada masa kuliah. Ya, saya pun merasa menyesal namun tidak terlalu dalam menyesalinya. Setiap orang memiliki pilihan, begitu pun saya, saya memilih jauh dari lingkungan gerakan mahasiswa dan mengurung diri di lingkaran pertemanan lainnya. Saya menjalani apa yang saya pilih dengan bahagia.
Namun, saya bersyukur masih memiliki sahabat-sahabat yang aktif di gerakan mahasiswa. Saya pun bangga tiada kepalang kepada mereka. Mendengar mereka turun ke jalan untuk menyuarakan kebenaran. Turun ke jalan untuk membela rakyat yang menurut mereka layak diperjuangkan. Mendahulukan bangsanya daripada keluarganya. Mendahulukan bangsanya daripada nilai A di setiap mata kuliah. Saya bersyukur masih memiliki mereka.
Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mengabdi pada negara dan bangsa. Sahabat-sahabat saya yang aktivis pun memilih caranya mengabdi dengan cara menjadi aktivis mahasiswa sebagai awal pengabdian mereka. Mereka muda, mereka kuat, mereka kritis. Mereka generasi yang akan menggantikan orang-orang yang saat ini berada di istana megah yang tak terjangkau orang biasa. Mereka akan menjadi pemimpin yang membawa bangsa kami menjadi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik. Melalui mereka mimpi saya tentang negara yang aman, nyaman, dan bebas dari orang-orang egois yang mengeksploitasi bangsa sendiri, akan terwujud. Melalui mereka, mimpi saya tentang memberikan yang terbaik untuk anak dan cucu saya nanti, akan terwujud.
Tulisan ini adalah wujud percaya saya kepada mereka yang memilih menjadi aktivis mahasiswa sebagai awal bentuk pengabdian mereka. Bentuk pengabdian saya dan mereka memang berbeda. Namun saya yakin, kami memiliki mimpi yang sama tentang negeri indah di balik nyiur melambai di setiap pintu gerbangnya.

Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan sebuah catatan kebanggan di lembar sejarah manusia
September 05, 2013 No comments

Ada yang enggan meninggalkan pekat. Ada pula yang memejamkan mata menunggu kejutan matahari. Adakah kamu diantaranya untuk merindu Tuhan?

September 05, 2013 No comments

Ketika ku sebut hujan, maka kamu akan menyebutkan namanya
Ketika ku rindu gerimis lalu hujan, kau pun mengatakan aku sedang rindu padanya
Menurutmu dia lelaki hujan, menguarkan aroma hujan yang kuat untukku
Tidak, tidak. Tidakkah kau lihat aku menggelengkan kepala berkali-kali.
Dia bukan hujan. Dia matahari.
Aku bisa melihatmu membeliakkan mata, lalu bertanya 'kenapa matahari?'
Dia membuat mataku silau ketika melihatnya, bahkan mungkin bisa membutakanku.
Panasnya mampu membakar apa pun yang ada di dekatnya. Aku terlalu takut mendekat. Takut terbakar.
Dia membuat mendung dari air ketika hari terlalu panas untukku
Dia juga membuat pelangi ketika melihatku cemberut saat hujan menyelimuti kota sepanjang hari
Yang paling penting, aku selalu merindukan matahari ketika hujan selalu membuatku dingin
Kau pun tersenyum, mendengar jawabanku. Karena kau tahu, aku selalu memanggilmu 'matahari'

July 09, 2013 No comments

Saya rindu berbicara denganmu yang ditemani kopi atau teh ketika hujan turun atau hawa dingin sedang merasuk. Mendengarkan ceritamu dengan seksama, tanpa menghakimimu, tanpa menyela, membuatmu tak merasa terabaikan, membuatmu lega.
Saya rindu menceritakan keluh kesah atau kebimbangan hati padamu. Didengarkan dengan seksama, membuat saya merasa hangat tak peduli jika diluar dingin menggigit tulang. Hati saya hangat.
Saya dan kamu menjadi pencerita yang baik, pun menjadi pendengar. Kamu tidak pernah menghakimi saya, hanya mendengarkan, itu saja.
Saya rindu, kopi atau teh yang terabaikan karena mendengarkanmu atau kamu yang mendengarkanku.
Masihkah kamu jadi pendengarku?

June 25, 2013 No comments

Malam ini udara panas dan pengap menyergap, aku terperangkap.
Dalam rindu yang ternyata sudah terlalu dalam, pada sebuah tempat singgah. Aku rindu pada sunyi syahdu stasiun saat menunggu keretaku datang. Pada keinginan gila yang tiba-tiba menyeruak, aku ingin kamu menemaniku dalam perjalanan ini.
Masih terasa jabat erat tanganmu ketika melepasku di peron, hangat tapi membuatku menggigil hebat. Aku pun rindu senyum hangatmu di bawah hujan saat melihatku muncul di peron dengan koper di tangan.
Stasiun mengingatkanku pada jarak, kepada waktu yang membuat jarak itu. Stasiun mengingatkanku padamu yang menungguku.

June 13, 2013 No comments

Masih kurang beberapa jam menuju harimu. Tapi saya ingin mengucapkannya sekarang. Selamat ulang tahun, Ibu.
Entah doa apa lagi yang bisa aku panjatkan selain semoga engkau bahagia di sana. Entah kata apa lagi yang sanggup ku katakan selain aku rindu. Ya, aku rindu. Masih rindu.
Sudahkah kau sampaikan salamku padaNya, pada Dia yang pernah memberikanmu hidup lalu memberiku hidup melalui dirimu? Sampaikan terima kasihku karena telah memberikan dirimu untuk hidupku.
Terima kasih karena pernah ada dan selalu ada. Terima kasih untuk cinta tanpa syarat dan utuh. Terima kasih membuatku ada, hidup, dan utuh.
Aku rindu, Ibu. Rindu.

June 02, 2013 No comments

Sesak, rasanya begitu sesak.
Ada suara dalam kepala, mendesak segala hal
Ada rasa dalam dada, menghimpit raga tak bisa bernapas
Aku ingin sekali pergi, jauh. Sangat jauh.
Ke tempat yang tak seorang pun mampu menemukanku. Termasuk kamu.
Padang kebebasan.
Supaya aku bisa bernapas lagi.
Supaya aku menemukan alasan untuk pulang.
Jika aku tak kunjung pulang, ku mohon temukan aku. Mungkin saja di sana aku tersesat.
Ingatkan aku tentang kamu, seluruh alasanku untuk pulang
Ingatkan aku untuk mengembalikan bagian dirimu yang ku bawa saat aku menghilang

May 28, 2013 No comments

"Beberapa orang takut mengalami penolakan. Beberapa yang lainnya justru takut menghadapi penerimaan"

Tidak kah kamu tahu tentang hal itu? Tentang penerimaan dan penolakan.
Jika kau ingin tahu tentang ketakutan akan penolakan, lihatlah ke dalam dirimu. Kau akan menemukannya.
Jika kau ingin tahu ketakutan akan penerimaan, lihatlah aku dan tanyakan padaku.

May 25, 2013 No comments

Saya mulai membenci banyak hal yang dulu selalu saya lakukan.
Saya benci menyetir di malam hari, lampu-lampu kendaraan membuat mata saya silau. Pengelihatan saya tidak baik, gelapnya malam memperburuknya. Udara malam selalu mencubit tubuh saya hingga sakit.
Saya benci makan sendirian, itu mengingatkan saya pada hari-hari sepi di rumah sakit.
Saya benci aktivitas tinggi, itu membuat saya sakit. Semakin sakit ketika saya tahu kamu tidak pernah benar-benar ada di dekat saya.
Saya benci ketika hari-hari merindu datang. Karena saya tahu rindu saya tidak akan berbalas.
Saya rindu tangan hangat yang membelai punggung saya ketika saya sakit.
Saya rindu dekapan hangat pada malam hari di ranjang rumah sakit yang dingin.
Saya rindu usapan menyembuhkan ketika jarum infus menyiksa tangan.
Saya rindu ibu.
Saya benci merasakannya. Saya tidak suka.

May 20, 2013 No comments
Ketika ada yang mengatakan bahwa cinta itu tentang memberi, maka bolehkah saya menambahkan bahwa cinta juga tentang tanpa syarat?

Pagi ini saya melakukan perjalanan singkat dari Malang ke Kediri dengan kereta lokal Penataran Dhoho. Tiket kereta ini hanya 5500 rupiah, dan harus dipesan sekitar H-7 jika tidak ingin kehabisan tiket dengan tempat duduk. Saya datang satu jam sebelum keberangkatan kereta, dan menemukan Stasiun Malang tidak terlalu ramai seperti saat akhir pekan.

Sembari menunggu di peron stasiun, saya mengamati sekitar sambil sesekali memainkan ponsel saya. Antrian loket kereta ke Surabaya dan Banyuwangi tampak memanjang hingga pintu stasiun. Pedagang kue basah menjajakan dagangannya dengan semangat, saya bisa mencium aroma lumpia, risoles, dan weci (ote-ote) dari kejauhan. Kemudian ada pula yang tampak buncah ketika terdengar pengumuman kedatangan kereta Gajayana dari Jakarta di Stasiun Malang.

Peron selalu menarik mata dan pehatian saya. Peron selalu memiliki banyak cerita yang bisa diceritakan kembali. Ada begitu banyak bentuk rasa, melepaskan, menunggu, dan buncah semua tumpah ruah dalam satu ruang.

Pukul 10.40, kereta yang akan membawa saya ke Kediri datang. Saya segera naik ke gerbong yang sesuai dengan yang tertulis di tiket, dan mencari tempat duduk yang juga sesuai dengan yang tertulis di tiket. Saya pun membaur dengan suasana gerbong kereta ekonomi yang sesak, panas, dan bau hingga saya tercekat dengan kedatangan ibu dan anak yang duduk di tempat duduk yang ada di depan saya.

Si Anak laki-laki tampak kesulitan dengan mata kiri yang diperban, selang yang dipasang di mulutnya, dan sebuah alat yang dipasang dilehernya yang berfungsi sebagai alat pernapasan. Si Ibu memakai pakaian sederhana dengan sebuah tas lusuh yang digantungkannya pada leher. 

"Habis operasi katarak, Bu?" tanya wanita yang duduk di samping saya kepada si Ibu.
"Operasi tumor, Bu," jawab si Ibu. "Ini tadi dari Saiful Anwar (rumah sakit umum daerah di Malang),"
"Tumor mata?"
"Tumor mulut," jawab si Anak dengan suara lirih, "Sudah merampat ke mata,"

Wanita di samping saya mengangguk-angguk, sementara saya hanya diam dan mengamati. Di sinilah saya melihatnya, bentuk cinta tanpa syarat yang selalu dikatakan orang. 

Ibu dan anak itu tidak banyak bercakap, hanya gestur tubuh mereka yang mengatakan segalanya, bahwa mereka begitu saling mencintai. Si Ibu menyediakan bahunya untuk anaknya, ketika si Anak merasa lelah dan  ingin tidur, si Ibu juga meletakkan tangannya di atas kedua tangan anaknya yang tertelangkup. Tak lama kemudian, si Ibu menggeser posisinya supaya si Anak bisa tidur di pangkuannya dengan mudah dan nyaman.

Saya hanya terdiam melihatnya.

Bentuk cinta ini sebenarnya sudah sering saya temui di perjalanan yang pernah saya lakukan. Ketika melakukan perjalanan singkat Surabaya-Malang, saya pernah melihat seorang anak perempuan yang tangannya menggapai-gapai bangku yang berhadap-hadapan untuk mencari tangan ibunya hanya untuk digenggam. Seorang teman juga pernah menceritakan sepasang suami-istri pedagang kacang rebus keliling yang menua bersama dan selalu lewat di depan tempat kosnya tanpa pernah berjalan meninggalkan pasangannya.

Selalu ada cinta yang bisa dilihat dan dirasakan dalam setiap perjalanan. Saya selalu meyakini, ketika manusia sedang menggunakan rasa cintanya untuk manusia lain maka akan ada kemampuan untuk memberi dan itu selalu tanpa syarat.

Di kereta yang saya tumpangi pagi ini saya melihat si Ibu memberikan seluruh waktu dan hidupnya untuk membuat si Anak lebih kuat menghadapi segala hal yang datang kepadanya. Sepasang suami-istri penjual kacang rebus keliling itu pun telah mengalami memberi tanpa syarat dalam hidupnya.

Jika melihat seperti itu, bolehkah kalau saya iri?

Saya tahu, mencintai itu adalah perjalanan panjang yang penuh pertaruhan. Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi kepada kita atau orang yang kita cintai. Akan ada hal yang akan memunculkan pertanyaan 'seberapa kuat kamu mencintai' ketika sudah dihadapkan pada ujian. Tanpa syarat adalah satu-satunya syarat untuk menjadikan setiap bentuk cinta menjadi lebih kuat. Proses menjadikannya kuat itulah saat hati kita semakin tumbuh dan bisa menerima dan memberi lebih banyak.

Ya, ketika memberi tanpa syarat itulah maka cinta itu dekat dan ada.

March 27, 2013 No comments
Ada satu cerita ketika aku mencoba masuk ke tempat yang tak pernah aku kenal
Bukan cerita suka cita tentang pemandangan indah, bukan pula suka cita tentang kemenangan
Cerita tentang manusia yang menjadikan manusia lain lebih rendah dari binatang
Tentang mereka yang dijamah tubuhnya tanpa cinta yang menggelora
Tentang mereka yang hidup dalam gorong-gorong kepalsuan dihadapan yang dicinta
Tentang mereka yang jauh dari pintu keluar
Tentang mereka yang selalu bertanya 'sulitkah menjadikan kami manusia seperti kalian?'

Aku mencoba bertanya, siapakah yang salah? Mereka? Atau mungkin aku dan orang-orang suci itu yang salah?
Aku pun pernah memandang rendah mereka, bahkan orang-orang suci itu pun memandang rendah mereka.
Menghina jalan hidupnya, membuat mereka semakin merasakan kotornya dunia. Lalu apa bedanya kita dengan orang-orang yang membuat mereka jadi lebih rendah dari binantang? Maka layak kah kita disebut manusia ketika kita tidak membuat mereka menjadi manusia?

Mereka masih ciptaan Tuhan yang sama-sama kita agungkan. Masih berada di bumi yang sama dengan kaki kita yang terpijak. Masih di bawah langit yang sama dengan tempat kita bernaung.
Mereka tidak meminta lebih kepada kita yang mereka bilang punya derajat yang lebih tinggi dari mereka.
'jadikan kami layaknya manusia,' pintanya.
March 22, 2013 No comments
Ada sebuah bangunan, yang lebih tinggi dari Eiffel, yang lebih kokoh dari Niagara Falls
Tak lekang waktu, tak mempan peluru
Kau bilang dunia boleh melihatnya, bisa menikmatinya
Hanya dari jauh, atau hanya dari tempat yang sudah ditentukan pemiliknya
Namun tak satupun mampu menjangkaunya lebih dekat, lebih dalam. Tak ada.
Ada tembok tebal yang melindunginya.
"Ku mohon, buka gerbangmu," katamu suatu hari.
Bangunan itu hanya bergeming. Diam tak menjawab.

Kau pun datang lagi esoknya, di depan gerbang yang tak pernah terbuka
Membersihkan segala hal yang mengotori pintu gerbang itu, bahkan kau mengecat kembali pintu gerbang yang catnya sudah mengelupas dimakan waktu.
Mendorongnya sedikit demi sedikit, berharap akan terbuka sedikit karena engselnya yang aus lalu rapuh.

Gerbang itu pun membuka. Kau kegirangan.
Kau pun memutuskan masuk, melihat betapa berantakannya tempat itu.
Dengan sapu dan kain pel, kau mulai membersihkannya. Sedikit demi sedikit, seperti yang pernah kau lakukan pada pintu gerbang. Sedikit demi sedikit kau runtuhkan temboknya, supaya udara dan matahari bisa masuk. Supaya tidak pengap, katamu.

Puas. Kau pun pergi, merasa tugasmu usai.
Lalu bangunan itu kembali tak berpenghuni.
Diam-diam, besi-besi teralis muncul dari bekas tembok yang kau runtuhkan.
Teralis yang menjaganya agar tampak dari luar, namun tak lagi mampu menjangkaunya.
Ada teralis, lebih kuat, lebih kokoh.
Kau gagal.
March 09, 2013 No comments
Malam ini terjadi percakapan kecil di media sosial dengan dua orang adik tingkat saya, Susan dan Ayu. Percakapan yang menarik menurut saya, tentang PHP.
Awalnya percakapan ini membahas tentang jam-jam rawan orang kangen yang dituangkan di media sosial, lalu merambat ke olok-olokan kecil tentang PHP antara kedua adik tingkat yang menggemaskan itu. Saya hanya tersenyum mengamati lini masa, sambil terus menanggapi mereka berdua. Candaan kecil kami membuat saya ingin menulis tentang PHP ini.
Mungkin istilah PHP (Pemberi Harapan Palsu) sudah sering didengar oleh pengguna media sosial, terutama pengguna Twitter. Istilah ini diperuntukkan bagi mereka yang 'terjebak' pada situasi penggunaan emosi yang lebih pada suatu hubungan. Kemudian saya bertanya-tanya, apakah benar PHP itu eksis? Atau apakah benar ada korban PHP?
Berbicara tentang PHP, berarti berbicara tentang harapan.
Ketika menjalani suatu hubungan, saya yakin akan ada harapan-harapan kecil yang terselip di sana. Dan menurut saya itu bagus. Karena kita masih berusaha menjadi manusia. Harapan selalu melekat pada manusia, bayangkan saja jika hidup tanpa harapan, apakah bisa kita disebut manusia?
Harapan yang muncul saat menjalin hubungan dalam bentuk apa pun, menandakan bahwa kita peduli pada masa depan. Bagi yang sedang pedekate, mungkin akan muncul harapan untuk jadian. Bagi yang berteman, akan muncul harapan bahwa pertemanan itu akan berlangsung selamanya. Apa pun bentuknya, berharap itu indah.
Istilah PHP atau korban PHP muncul ketika manusia sudah melibatkan emosi didalam suatu hubungan. Emosi ini alami, tidak perlu ditekan atau tidak perlu dihindari. Manusia tidak bisa memilih pada siapa mereka jatuh cinta, bukan? Maka, nikmati saja apa yang muncul dalam hubungan itu yang melibatkan emosi. Karena saya yakin, setiap ledakannya akan membawa cerita. Dan setiap ledakannya akan ada hal yang bisa dikenang kemudian dipelajari. Jangan takut patah hati. Jika patah hati, maka jatuh cinta saja lagi. Patah hati, jatuh cinta lagi, patah hati, jatuh cinta lagi. Begitu seterusnya. Sekali lagi, ini kejutan hidup. Ini bagian dari sari pati hidup. Ini pula bagian dari nikmatnya hidup. 
Jadi, PHP atau korban PHP apakah eksis? Bagi saya tidak. Mereka tidak eksis.
Harapan adalah seninya hidup. Lebih baik menikmati harapan yang tidak pasti daripada hidup tanpa harapan bukan?
Maka, terima kasih untuk Susan dan Ayu. Nikmati harapan-harapan yang muncul dari setiap emosi. Maka kalian adalah manusia yang sedang bersyukur atas nikmatNya.
March 07, 2013 No comments
Akhir-akhir ini saya merasakan lelah yang cukup mendalam dalam diri saya. Bukan lelah fisik, tapi lelah emosional. Saya jadi sering menangis tanpa sebab yang pasti. Jiwa saya berasa sesak, ada yang membuatnya terlalu penuh hingga saya sulit bernapas. Saya hanya menemukan tiba-tiba saja mata saya sudah panas.
Ada rasa rindu yang mendalam, entah pada apa dan siapa. Rindu yang tidak pernah diketahui, rindu yang tidak pernah sempat diungkapkan. Hanya rindu.
Ada cemburu yang membakar, tak tahu apa atau siapa pemicunya. Ada yang tidak pernah bisa saya raih, ada yang belum tentu bisa saya miliki.
Ada pilihan-pilihan yang dipaksakan, tanpa pernah tahu pilihan apa yang sedang dihadapkan. Bahkan saya merasa sudah menjatuhkan pilihan, namun masih saja dipaksakan untuk memilih lagi.
Sesak. Marah. Lelah
Ini menghabiskan energi, memperburuk hati. Saya hanya menemukan, saya lelah.
March 06, 2013 No comments
Selewat Hujan (23 Februari 2013)

Ini sebuah langkah yang telah dilakukan. Sebuah langkah pertama dan masih sangat kecil untuk sebuah menjalani sebuah mimpi.
Terima kasih Allah, untuk kesempatan ini.
23 Februari 2013
Terima kasih untuk Primadiana Yunita, yang menggenggam tangan saya untuk bersama-sama menuliskan sejarah pertama. Terima kasih untuk kesabaran yang luar biasa dan ide-ide cemerlangmu. Saya bersyukur dipertemukan denganmu, Tung. Semoga kita bisa berbagi cerita lagi sambil menikmati teh atau kopi bersama.
Terima kasih untuk Mas Mahesa Desaga, yang dengan mata jelinya mampu menemukan mutiara di antara pasir hitam yang menutupinya. Terima kasih pula untuk selalu mampu menularkan segala kekuatan untuk mimpi ini. Terima kasih untuk selalu percaya padaku. 
Terima kasih untuk Mas Wishnu Mahendra, yang percaya padaku. Yang memberikan kekuatan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Yang dengan sabar menyuapi saya ketika saya sedang sakit. Sampai ketemu di Dubai, Mas!
Terima kasih pula untuk Intan Zaki, yang tidak pernah lelah mendengarkan ocehan-ocehanku. Juga yang selalu ada ketika saya sedang kolaps. Yang selalu mengkhawatirkan kesehatan saya, meskipun saya sedang baik-baik saja. Terima kasih.
Terima kasih untuk Dennis Wahyudianto, yang selalu percaya pada saya. Kamu emergency call terbaik yang selalu ada ketika saya butuh. Terima kasih untuk cerita-cerita kehidupan dan waktu-waktu terbaik. Terima kasih untuk tidak pernah membiarkan saya sendiri ketika berada di dalam keadaan terburuk. Semoga kamu selalu ada dalam lindungan-Nya, boy!
Selewat Hujan untuk awal dari sejarah yang akan ada. 
March 03, 2013 No comments

Ada yang sakit di hati
Ada yang berkecamuk di pikiran
Entah harus memulai dari mana
Entah harus seperti apa
Bukan yang pertama, bukan pula yang terakhir
Idealisme selalu bertabrakan dengan realita
Apakah benar sedang bermimpi?
Jika benar, adakah pangeran yang mengecup untuk menyadarkan realita
Ah, kau bermimpi lagi! Kata realita.
Tamparlah aku. Tampar lebih keras.
Jika aku tak bangun, tetapkah kau memintaku tak bermimpi lagi?
Bolehkah aku lelah kepadamu, realita?
Bolehkah aku menjadikan mimpiku nyata sepertimu?
Hingga kau tak lagi menamparku, namun kau akan mengecupku dengan mesra

February 14, 2013 No comments
Segala yang berhubungan dengan hati, selalu tak akan pernah habis untuk dibahas atau dituliskan. Saya pun mengutip sebuah kalimat dari blog Perempuan Sore, "Segala sesuatu yang berasal dari hati pasti akan sampai ke hati". Saya menyetujui kalimat perempuan ini, karena saya pun selalu menekankan jika segala sesuatunya dikerjakan dengan hati, maka hasilnya lebih dari yang kita harapkan. Namun pertanyaannya, sejauh mana sabar kita dalam mengerjakan segala sesuatu dengan sepenuh hati?

Akhir-akhir ini saya begitu patah hati. Tapi ini bukan tentang cinta yang ditolak, cinta yang tak sampai, atau cinta yang dikhianati. Tidak bukan tentang itu. Saya hanya sedang merasa lelah melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, dan hal ini membuat saya patah hati. Betapa menyebalkan hal ini harus terjadi, saya marah pada diri saya sendiri.

Patah hati yang saya alami ini pun didukung dengan satu lagu yang sedang saya putar berulang-ulang di playlist saya. Malaikat Juga Tahu yang dinyanyikan lagi oleh Glenn Fredly. Lagu yang bercerita tentang perjuangan cinta yang mengedepankan ketulusan. Bedanya jika di lagu ini si Penyanyi yakin bahwa cintanya yang menang, saya merasa yang sebaliknya. Saya merasa kalah dengan pertarungan dalam diri sendiri. Saya mempertanyakan ketulusan saya, mempertanyakan kekuatan hati saya.

Saya memang cenderung mendengarkan lagu-lagu yang membuat hati saya makin teriris-iris ketika sedang patah hati. Tujuannya supaya saya semakin mengingat apa yang membuat saya patah hati, semakin merasakan sakitnya, semakin banyak air mata yang tumpah, lalu saya akan sembuh. Ini bagian dari pertarungan dalam diri. Saya membiarkan diri saya kalah terlebih dahulu, untuk menghimpun kekuatan supaya saya bisa kembali lagi. Biasanya setelah saya selesai dengan ritual patah hati itu, maka saya akan kembali baik-baik saja.

Tidak pernah mudah jika menyangkut urusan hati. Yang bisa saya lakukan adalah membiarkannya patah hati sesekali lalu jatuh hati lagi, patah hati lagi, jatuh hati lagi. Hati perlu tumbuh, perlu sabar untuk proses ini.

Saya akan baik-baik saja.
January 29, 2013 1 comments
Tuhan itu Maha Romantis.
Tertawakan saja tulisan saya ini, justru itu yang semakin membuat saya meyakini bahwa Tuhan itu Maha Romantis.
Tuhan memberikan satu ruang dalam diri, untuk kita isi. Terserah mau diisi dengan apa, dan bagaimana porsinya. Tuhan juga memberikan ruang itu untuk saya. Saya pun memilih untuk memenuhinya dengan Cinta, penuh dan utuh.
Lihatlah, saya mampu jatuh cinta pada banyak hal. Pada musik, pada buku, pada puisi, pada gunung, pada bukit teh, pada laut, dan pada kamu. Ya, saya bisa jatuh cinta dengan semua itu, sekaligus. Saya menuliskan puisi tentang kamu, tentang laut, tentang senja, tentang musik ketika saya sedang jatuh cinta. Saya pun jatuh cinta pada Tuhan, saya melihatnya di semua hal yang saya cinta itu. Saya pun melihatnya pada dirimu.
Lihatlah, saya juga bisa patah hati. Saat kamu memilih mengacuhkan saya, saat saya melihat anak-anak yang tidak memiliki nasib seperti saya, saat mereka menebang pohon, atau saat mereka mengotori laut, bahkan saat saya juga melihat kamu patah hati. Saya kembali menuliskan patah hati itu, mencoba mengatakan pada kamu saya sedang patah hati.
Tuhan membuat ruang dalam diri saya itu sebagai tempat proses, ada hal yang saya masukkan kemudian diproses untuk menjadikan hal yang lebih baik bagi saya. Atau bahkan mungkin untuk kamu.
Lihat, saya melihat kamu pun sedang jatuh cinta pada saya? Benar kan?
Ada semburat merah di pipi kamu yang tidak bisa kamu sembunyikan.
Sudahkah saya bilang, Tuhan Maha Romantis kan?

Romantisme itu milik Tuhan (Sevy, 2013)
January 28, 2013 No comments
Ini bukan cerita perjalanan yang luar biasa yang hampir selalu terjadi pada traveller, tidak pula terjadi di luar negeri. Tapi ini sepenggal catatan perjalanan yang masih begitu saya ingat dan sempat saya tuliskan, terjadi di Indonesia, di Surabaya tepatnya.

Hari itu hari minggu, tanggal 6 Januari 2013. Saya dan seorang teman memutuskan untuk melakukan perjalanan singkat ke Surabaya demi menonton The Hobbit 3D. Padahal waktu itu sahabat saya ini sedang berada di tengah minggu sibuk ujian akhir semester, tapi jika perjalanan ini tidak dilakukan sekarang lalu kapan lagi, itu kata sahabat saya waktu itu. Benar saja, saya mendapatkan hal menarik dalam perjalanan itu.
Cerita ini berawal ketika kami usai menonton film dan memutuskan untuk kembali ke Malang secepatnya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk naik taksi saja menuju Terminal Bungurasih. Saya terlalu malas dan capek jika harus menggunakan angkutan kota untuk ke terminal di hari yang sudah gelap dan hujan. Akhirnya kami masuk ke taksi yang memang mangkal di pangkalan taksi Ciputra World. Saya duduk di depan, di samping supir, sahabat saya ini duduk di belakang. Kemudian dimulailah percakapan dalam taksi.

Bapak sopir taksi, yang kini saya lupa namanya, bertanya pada kami, hendak kemana kami setelah dari terminal. Saya pun menjawab, bahwa kami akan kembali ke Malang. Beliau bertanya lagi, apakah kami memang asli Malang. Sahabat saya menjawab sekenanya, dan mengatakan bahwa kami tinggal di Malang. Tak terduga Pak Sopir pun berkampung halaman di Malang, lebih tepatnya di Batu. Akhirnya semakin panjanglah percakapan antara Pak Sopir dengan sahabat saya ini. Saya memilih diam dan mendengarkan di bangku depan.

Pak Sopir bercerita bahwa beliau berasal dari Batu. Lulus SMA langsung mengadu nasib di Surabaya dan menjadi pegawai di salah satu perusahaan multinasional besar di Surabaya hingga akhirnya menikah dengan perempuan asli Kota Pahlawan tersebut. Dari hasil pernikahannya Pak Sopir memiliki dua anak, yang pertama laki-laki, sudah lulus SMK dan bekerja di Jakarta. Anak yang kedua, perempuan, masih kelas 3 SD. Beliau menceritakan perjalanan hidupnya hingga akhirnya menjadi sopir taksi. Ternyata beliau ini memilih pensiun dini lantaran keluarganya tidak mengijinkan beliau untuk ditugaskan di cabang perusahaan di Sumatera. Keluarga pihak istri yang tidak mengijinkan beliau membawa istrinya turut serta ke Sumatera, sedangkan keluarga beliau di Batu hanya mengijinkan pergi apabila ditemani oleh istri. Akhirnya beliau memilih pensiun dini, meskipun manajer perusahaan berusaha mati-matian untuk membujuk beliau. Alasan berat pada keluarga menjadi titik balik karir yang sudah dibangun selama 20 tahun. Uang pesangon pun diterima, sebagian ditabung dan sebagian lagi digunakan untuk memperbaiki rumah. Kemudian beliau melamar menjadi sopir taksi dan akhirnya bertemu kami.

Beliau pun memaparkan rencana lima tahun ke depan, bahwa beliau ingin kembali ke Batu untuk merawat orang tuanya begitu si anak perempuan lulus SD. Beliau berencana menjual atau mengontrakkan rumahnya di Surabaya dan bersama-sama dengan keluarganya pindah ke Batu dan memulai lagi dari awal.

Percakapan kami terhenti ketika kami tiba di pintu depan terminal. Kami pun membayar sesuai argo dengan menambahkan tips yang tidak begitu banyak, namun semoga saja bermanfaat. Begitu turun dari taksi, kata pertama yang sahabat saya luncurkan adalah, "Betapa pedulinya Bapak itu sama keluarganya ya," sementara kalimat pertama saya adalah "Ketika nanti aku jadi istri, aku akan ikut kemana pun suamiku pergi dan sesusah apa pun hidupnya". Sahabat saya tidak menanggapi seketika. Kami pun berjalan, sedikit berlari sebenarnya, di bawah rintik hujan yang memisahkan peron dengan tempat bis berjajar menunggu penumpangnya. Setelah menelusuri pangkalan bis dan membaca satu per satu tujuan akhir bis, akhirnya kami menemukan bis cepat ke Malang. Segera kami naik, dan beruntung mendapatkan dua bangku yang masih kosong.

Tak lama kemudian bis pun melaju meninggalkan Surabaya. Saya melanjutkan kata-kata saya tadi dengan cerita tentang ibu saya yang meninggalkan keluarganya di Kediri untuk ikut merantau dengan ayah saya ke Surabaya ketika awal pernikahan mereka. Waktu itu, mereka belum memiliki apa pun termasuk rumah. Tempat tinggal mereka hanyalah kamar kos berukuran 4x6, dan itu pun bertahan hingga lima tahun lamanya, bahkan ketika saya sudah hadir di antara mereka. Oleh karena itu, saya menyatakan bahwa saya akan menyertai suami saya nanti bagaimana pun keadaan hidup kami. Sahabat saya pun bercerita, keadaan orang tuanya juga hampir sama dengan keadaan orang tua saya ketika memulai hidup. Maka dia mengerti betul dengan apa yang saya maksud. Saya pun melihat ke luar jendela yang gelap, teringat kata-kata ibu saya yang telah tiada. Ibu saya pernah mengatakan, bahwa ketika berkeluarga nanti, sebiasa mungkin jangan pernah bergantung kepada orang tua, karena sekali bergantung maka selamanya akan bergantung. Dan jika dua rumah tangga hidup dalam satu atap maka akan rentan sekali terhadap konflik. Dan inilah yang akan menjadi kehancuran rumah tangga tersebut. Saya menghela napas panjang, kemudian pamit tidur kepada sahabat saya. Memejamkan mata sejenak, menjadi obat ampuh ketika saya mulai mengingat hal yang pada saat itu tidak ingin saya ingat.

Saya memang belum mengerti apa-apa tentang hal ini, namun melihat perjuangan orang tua saya hingga saat ini memberikan saya banyak pelajaran. Ditambah dengan cerita Pak Sopir dalam perjalanan singkat bersamanya. Ada banyak hal di dunia yang perlu saya pelajari untuk menjalani hidup. Pak Sopir tadi mungkin adalah malaikat bagi keluarganya, dengan cara yang beliau anggap benar dan perlu dilakukan. Dan ibu saya juga malaikat bagi ayah saya dengan cara yang beliau anggap tepat. Saya pun bisa jadi malaikat seperti ibu saya dalam perjalanan hidup ini, tak terkecuali sahabat saya pun bisa jadi malaikat dengan cara yang dia anggap tepat dan sempurna.

Sebuah pelajaran dalam perjalanan tidak selalu didapat ketika pergi jauh, sering kali perjalanan kecil memberikan banyak arti. Semua tergantung bagaimana kamu menyerap apa yang selalu disampaikan oleh sebuah perjalanan - Sevy, 2012
January 26, 2013 No comments
Banyak cerita.
Saya ingin kamu tersenyum setelah membaca ini, sama seperti saya yang tersenyum ketika menuliskannya.
Saya sudah menghabiskan waktu setahun dengan bahagia. Karena kamu.
Saya pernah jatuh, dan saya pernah terluka. Saya tahu, kamu pun begitu.
Saya pernah tertawa, dan saya pernah menangis bahagia. Kamu pun pernah mengalaminya.
Kadang kita tertawa bersama, dan tak jarang pula kita membagi luka untuk saling menyembuhkan.
Ada cinta yang kita bagi bersama, dan ada banyak cinta yang datang untuk kita.
Saya dan kamu, membuat dunia ini utuh.
Tapi yang paling membuat saya utuh, adalah karena saya selalu jatuh cinta setiap hari.
Pada semua hal di sekitar saya. Yang baru ataupun yang telah ada.
Tuhan begitu baik, bukan?
Saya ingin kamu juga jatuh cinta setiap hari, supaya kamu utuh seperti saya.
Saya ingin kamu punya kemampuan meringankan luka setiap insan yang bergantung padamu.
Saya ingin kamu bahagia.
Jadi, apakah kamu sedang tersenyum ketika membaca ini?
January 02, 2013 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me




a wanderer, in a past time and to the future
a reader, who suddenly stop to laughing or crying
once an editor, who loves to read so much


Blog Archive

  • ►  2018 (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ▼  2013 (29)
    • ▼  December (4)
      • Tentang Pelindung
      • Berada diantara Jeda
      • Kepada Teman Kencan (2)
      • Halo Zat Maha Dahsyat, terima kasih untuk setiap ...
    • ►  November (4)
      • Muse (2)
      • Ketika Aku Merindukanmu
      • 100 Alasan
      • Muse (1)
    • ►  October (1)
      • yang Tak Kutemukan Namanya
    • ►  September (2)
      • Untuk Kalian yang Turun Ke Jalan
      • Merindu
    • ►  July (1)
      • Bukan hujan
    • ►  June (3)
      • Mendengar, Didengar, dan Pendengar
      • Stasiun
      • Selamat Ulang Tahun
    • ►  May (3)
      • Pergi
      • Penerimaan dan Penolakan
      • Mulai
    • ►  March (6)
      • Tanpa Syarat
      • Menjadikan Manusia
      • Teralis
      • Harapan dalam Sekotak PHP
      • Random
      • A Step
    • ►  February (1)
      • Kecupan Realita
    • ►  January (4)
      • Patah Hati
      • Tuhan itu Maha Romantis
      • A Little Life Traveler
      • 2012
  • ►  2012 (41)
    • ►  December (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (4)
    • ►  May (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2011 (42)
    • ►  December (13)
    • ►  November (5)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  January (2)
  • ►  2009 (10)
    • ►  July (1)
    • ►  May (9)
  • ►  2008 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (3)

Pageviews

Cuap-Cuap

Tweets by SevyKusdianita

Created with by ThemeXpose