Linkedin Instagram

Pages

  • Home
  • About
  • Contact

SEVY KUSDIANITA

let me tell you a story, about you and me falling in love deeply

Ketika ada yang mengatakan bahwa cinta itu tentang memberi, maka bolehkah saya menambahkan bahwa cinta juga tentang tanpa syarat?

Pagi ini saya melakukan perjalanan singkat dari Malang ke Kediri dengan kereta lokal Penataran Dhoho. Tiket kereta ini hanya 5500 rupiah, dan harus dipesan sekitar H-7 jika tidak ingin kehabisan tiket dengan tempat duduk. Saya datang satu jam sebelum keberangkatan kereta, dan menemukan Stasiun Malang tidak terlalu ramai seperti saat akhir pekan.

Sembari menunggu di peron stasiun, saya mengamati sekitar sambil sesekali memainkan ponsel saya. Antrian loket kereta ke Surabaya dan Banyuwangi tampak memanjang hingga pintu stasiun. Pedagang kue basah menjajakan dagangannya dengan semangat, saya bisa mencium aroma lumpia, risoles, dan weci (ote-ote) dari kejauhan. Kemudian ada pula yang tampak buncah ketika terdengar pengumuman kedatangan kereta Gajayana dari Jakarta di Stasiun Malang.

Peron selalu menarik mata dan pehatian saya. Peron selalu memiliki banyak cerita yang bisa diceritakan kembali. Ada begitu banyak bentuk rasa, melepaskan, menunggu, dan buncah semua tumpah ruah dalam satu ruang.

Pukul 10.40, kereta yang akan membawa saya ke Kediri datang. Saya segera naik ke gerbong yang sesuai dengan yang tertulis di tiket, dan mencari tempat duduk yang juga sesuai dengan yang tertulis di tiket. Saya pun membaur dengan suasana gerbong kereta ekonomi yang sesak, panas, dan bau hingga saya tercekat dengan kedatangan ibu dan anak yang duduk di tempat duduk yang ada di depan saya.

Si Anak laki-laki tampak kesulitan dengan mata kiri yang diperban, selang yang dipasang di mulutnya, dan sebuah alat yang dipasang dilehernya yang berfungsi sebagai alat pernapasan. Si Ibu memakai pakaian sederhana dengan sebuah tas lusuh yang digantungkannya pada leher. 

"Habis operasi katarak, Bu?" tanya wanita yang duduk di samping saya kepada si Ibu.
"Operasi tumor, Bu," jawab si Ibu. "Ini tadi dari Saiful Anwar (rumah sakit umum daerah di Malang),"
"Tumor mata?"
"Tumor mulut," jawab si Anak dengan suara lirih, "Sudah merampat ke mata,"

Wanita di samping saya mengangguk-angguk, sementara saya hanya diam dan mengamati. Di sinilah saya melihatnya, bentuk cinta tanpa syarat yang selalu dikatakan orang. 

Ibu dan anak itu tidak banyak bercakap, hanya gestur tubuh mereka yang mengatakan segalanya, bahwa mereka begitu saling mencintai. Si Ibu menyediakan bahunya untuk anaknya, ketika si Anak merasa lelah dan  ingin tidur, si Ibu juga meletakkan tangannya di atas kedua tangan anaknya yang tertelangkup. Tak lama kemudian, si Ibu menggeser posisinya supaya si Anak bisa tidur di pangkuannya dengan mudah dan nyaman.

Saya hanya terdiam melihatnya.

Bentuk cinta ini sebenarnya sudah sering saya temui di perjalanan yang pernah saya lakukan. Ketika melakukan perjalanan singkat Surabaya-Malang, saya pernah melihat seorang anak perempuan yang tangannya menggapai-gapai bangku yang berhadap-hadapan untuk mencari tangan ibunya hanya untuk digenggam. Seorang teman juga pernah menceritakan sepasang suami-istri pedagang kacang rebus keliling yang menua bersama dan selalu lewat di depan tempat kosnya tanpa pernah berjalan meninggalkan pasangannya.

Selalu ada cinta yang bisa dilihat dan dirasakan dalam setiap perjalanan. Saya selalu meyakini, ketika manusia sedang menggunakan rasa cintanya untuk manusia lain maka akan ada kemampuan untuk memberi dan itu selalu tanpa syarat.

Di kereta yang saya tumpangi pagi ini saya melihat si Ibu memberikan seluruh waktu dan hidupnya untuk membuat si Anak lebih kuat menghadapi segala hal yang datang kepadanya. Sepasang suami-istri penjual kacang rebus keliling itu pun telah mengalami memberi tanpa syarat dalam hidupnya.

Jika melihat seperti itu, bolehkah kalau saya iri?

Saya tahu, mencintai itu adalah perjalanan panjang yang penuh pertaruhan. Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi kepada kita atau orang yang kita cintai. Akan ada hal yang akan memunculkan pertanyaan 'seberapa kuat kamu mencintai' ketika sudah dihadapkan pada ujian. Tanpa syarat adalah satu-satunya syarat untuk menjadikan setiap bentuk cinta menjadi lebih kuat. Proses menjadikannya kuat itulah saat hati kita semakin tumbuh dan bisa menerima dan memberi lebih banyak.

Ya, ketika memberi tanpa syarat itulah maka cinta itu dekat dan ada.

March 27, 2013 No comments
Ada satu cerita ketika aku mencoba masuk ke tempat yang tak pernah aku kenal
Bukan cerita suka cita tentang pemandangan indah, bukan pula suka cita tentang kemenangan
Cerita tentang manusia yang menjadikan manusia lain lebih rendah dari binatang
Tentang mereka yang dijamah tubuhnya tanpa cinta yang menggelora
Tentang mereka yang hidup dalam gorong-gorong kepalsuan dihadapan yang dicinta
Tentang mereka yang jauh dari pintu keluar
Tentang mereka yang selalu bertanya 'sulitkah menjadikan kami manusia seperti kalian?'

Aku mencoba bertanya, siapakah yang salah? Mereka? Atau mungkin aku dan orang-orang suci itu yang salah?
Aku pun pernah memandang rendah mereka, bahkan orang-orang suci itu pun memandang rendah mereka.
Menghina jalan hidupnya, membuat mereka semakin merasakan kotornya dunia. Lalu apa bedanya kita dengan orang-orang yang membuat mereka jadi lebih rendah dari binantang? Maka layak kah kita disebut manusia ketika kita tidak membuat mereka menjadi manusia?

Mereka masih ciptaan Tuhan yang sama-sama kita agungkan. Masih berada di bumi yang sama dengan kaki kita yang terpijak. Masih di bawah langit yang sama dengan tempat kita bernaung.
Mereka tidak meminta lebih kepada kita yang mereka bilang punya derajat yang lebih tinggi dari mereka.
'jadikan kami layaknya manusia,' pintanya.
March 22, 2013 No comments
Ada sebuah bangunan, yang lebih tinggi dari Eiffel, yang lebih kokoh dari Niagara Falls
Tak lekang waktu, tak mempan peluru
Kau bilang dunia boleh melihatnya, bisa menikmatinya
Hanya dari jauh, atau hanya dari tempat yang sudah ditentukan pemiliknya
Namun tak satupun mampu menjangkaunya lebih dekat, lebih dalam. Tak ada.
Ada tembok tebal yang melindunginya.
"Ku mohon, buka gerbangmu," katamu suatu hari.
Bangunan itu hanya bergeming. Diam tak menjawab.

Kau pun datang lagi esoknya, di depan gerbang yang tak pernah terbuka
Membersihkan segala hal yang mengotori pintu gerbang itu, bahkan kau mengecat kembali pintu gerbang yang catnya sudah mengelupas dimakan waktu.
Mendorongnya sedikit demi sedikit, berharap akan terbuka sedikit karena engselnya yang aus lalu rapuh.

Gerbang itu pun membuka. Kau kegirangan.
Kau pun memutuskan masuk, melihat betapa berantakannya tempat itu.
Dengan sapu dan kain pel, kau mulai membersihkannya. Sedikit demi sedikit, seperti yang pernah kau lakukan pada pintu gerbang. Sedikit demi sedikit kau runtuhkan temboknya, supaya udara dan matahari bisa masuk. Supaya tidak pengap, katamu.

Puas. Kau pun pergi, merasa tugasmu usai.
Lalu bangunan itu kembali tak berpenghuni.
Diam-diam, besi-besi teralis muncul dari bekas tembok yang kau runtuhkan.
Teralis yang menjaganya agar tampak dari luar, namun tak lagi mampu menjangkaunya.
Ada teralis, lebih kuat, lebih kokoh.
Kau gagal.
March 09, 2013 No comments
Malam ini terjadi percakapan kecil di media sosial dengan dua orang adik tingkat saya, Susan dan Ayu. Percakapan yang menarik menurut saya, tentang PHP.
Awalnya percakapan ini membahas tentang jam-jam rawan orang kangen yang dituangkan di media sosial, lalu merambat ke olok-olokan kecil tentang PHP antara kedua adik tingkat yang menggemaskan itu. Saya hanya tersenyum mengamati lini masa, sambil terus menanggapi mereka berdua. Candaan kecil kami membuat saya ingin menulis tentang PHP ini.
Mungkin istilah PHP (Pemberi Harapan Palsu) sudah sering didengar oleh pengguna media sosial, terutama pengguna Twitter. Istilah ini diperuntukkan bagi mereka yang 'terjebak' pada situasi penggunaan emosi yang lebih pada suatu hubungan. Kemudian saya bertanya-tanya, apakah benar PHP itu eksis? Atau apakah benar ada korban PHP?
Berbicara tentang PHP, berarti berbicara tentang harapan.
Ketika menjalani suatu hubungan, saya yakin akan ada harapan-harapan kecil yang terselip di sana. Dan menurut saya itu bagus. Karena kita masih berusaha menjadi manusia. Harapan selalu melekat pada manusia, bayangkan saja jika hidup tanpa harapan, apakah bisa kita disebut manusia?
Harapan yang muncul saat menjalin hubungan dalam bentuk apa pun, menandakan bahwa kita peduli pada masa depan. Bagi yang sedang pedekate, mungkin akan muncul harapan untuk jadian. Bagi yang berteman, akan muncul harapan bahwa pertemanan itu akan berlangsung selamanya. Apa pun bentuknya, berharap itu indah.
Istilah PHP atau korban PHP muncul ketika manusia sudah melibatkan emosi didalam suatu hubungan. Emosi ini alami, tidak perlu ditekan atau tidak perlu dihindari. Manusia tidak bisa memilih pada siapa mereka jatuh cinta, bukan? Maka, nikmati saja apa yang muncul dalam hubungan itu yang melibatkan emosi. Karena saya yakin, setiap ledakannya akan membawa cerita. Dan setiap ledakannya akan ada hal yang bisa dikenang kemudian dipelajari. Jangan takut patah hati. Jika patah hati, maka jatuh cinta saja lagi. Patah hati, jatuh cinta lagi, patah hati, jatuh cinta lagi. Begitu seterusnya. Sekali lagi, ini kejutan hidup. Ini bagian dari sari pati hidup. Ini pula bagian dari nikmatnya hidup. 
Jadi, PHP atau korban PHP apakah eksis? Bagi saya tidak. Mereka tidak eksis.
Harapan adalah seninya hidup. Lebih baik menikmati harapan yang tidak pasti daripada hidup tanpa harapan bukan?
Maka, terima kasih untuk Susan dan Ayu. Nikmati harapan-harapan yang muncul dari setiap emosi. Maka kalian adalah manusia yang sedang bersyukur atas nikmatNya.
March 07, 2013 No comments
Akhir-akhir ini saya merasakan lelah yang cukup mendalam dalam diri saya. Bukan lelah fisik, tapi lelah emosional. Saya jadi sering menangis tanpa sebab yang pasti. Jiwa saya berasa sesak, ada yang membuatnya terlalu penuh hingga saya sulit bernapas. Saya hanya menemukan tiba-tiba saja mata saya sudah panas.
Ada rasa rindu yang mendalam, entah pada apa dan siapa. Rindu yang tidak pernah diketahui, rindu yang tidak pernah sempat diungkapkan. Hanya rindu.
Ada cemburu yang membakar, tak tahu apa atau siapa pemicunya. Ada yang tidak pernah bisa saya raih, ada yang belum tentu bisa saya miliki.
Ada pilihan-pilihan yang dipaksakan, tanpa pernah tahu pilihan apa yang sedang dihadapkan. Bahkan saya merasa sudah menjatuhkan pilihan, namun masih saja dipaksakan untuk memilih lagi.
Sesak. Marah. Lelah
Ini menghabiskan energi, memperburuk hati. Saya hanya menemukan, saya lelah.
March 06, 2013 No comments
Selewat Hujan (23 Februari 2013)

Ini sebuah langkah yang telah dilakukan. Sebuah langkah pertama dan masih sangat kecil untuk sebuah menjalani sebuah mimpi.
Terima kasih Allah, untuk kesempatan ini.
23 Februari 2013
Terima kasih untuk Primadiana Yunita, yang menggenggam tangan saya untuk bersama-sama menuliskan sejarah pertama. Terima kasih untuk kesabaran yang luar biasa dan ide-ide cemerlangmu. Saya bersyukur dipertemukan denganmu, Tung. Semoga kita bisa berbagi cerita lagi sambil menikmati teh atau kopi bersama.
Terima kasih untuk Mas Mahesa Desaga, yang dengan mata jelinya mampu menemukan mutiara di antara pasir hitam yang menutupinya. Terima kasih pula untuk selalu mampu menularkan segala kekuatan untuk mimpi ini. Terima kasih untuk selalu percaya padaku. 
Terima kasih untuk Mas Wishnu Mahendra, yang percaya padaku. Yang memberikan kekuatan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Yang dengan sabar menyuapi saya ketika saya sedang sakit. Sampai ketemu di Dubai, Mas!
Terima kasih pula untuk Intan Zaki, yang tidak pernah lelah mendengarkan ocehan-ocehanku. Juga yang selalu ada ketika saya sedang kolaps. Yang selalu mengkhawatirkan kesehatan saya, meskipun saya sedang baik-baik saja. Terima kasih.
Terima kasih untuk Dennis Wahyudianto, yang selalu percaya pada saya. Kamu emergency call terbaik yang selalu ada ketika saya butuh. Terima kasih untuk cerita-cerita kehidupan dan waktu-waktu terbaik. Terima kasih untuk tidak pernah membiarkan saya sendiri ketika berada di dalam keadaan terburuk. Semoga kamu selalu ada dalam lindungan-Nya, boy!
Selewat Hujan untuk awal dari sejarah yang akan ada. 
March 03, 2013 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me




a wanderer, in a past time and to the future
a reader, who suddenly stop to laughing or crying
once an editor, who loves to read so much


Blog Archive

  • ►  2018 (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ▼  2013 (29)
    • ►  December (4)
    • ►  November (4)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ▼  March (6)
      • Tanpa Syarat
      • Menjadikan Manusia
      • Teralis
      • Harapan dalam Sekotak PHP
      • Random
      • A Step
    • ►  February (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2012 (41)
    • ►  December (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (4)
    • ►  May (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2011 (42)
    • ►  December (13)
    • ►  November (5)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  January (2)
  • ►  2009 (10)
    • ►  July (1)
    • ►  May (9)
  • ►  2008 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (3)

Pageviews

Cuap-Cuap

Tweets by SevyKusdianita

Created with by ThemeXpose