Linkedin Instagram

Pages

  • Home
  • About
  • Contact

SEVY KUSDIANITA

let me tell you a story, about you and me falling in love deeply

Lagi-lagi saya menemukan diri saya menulis ketika sedang hancur. Ketika luka lama yang saya kubur rapat-rapat menganga seenaknya. Menganggu konsentrasi saya, membuat saya selalu ingin bersandar pada seseorang. Tentu saja saya mengutuk diri saya sendiri ketika merasa selemah ini.
Saya kembali menyalahkan hujan karena hal ini. 
Saya benci hujan. Saya membencinya bukan tanpa alasan. Meskipun saya menyugesti diri saya untuk berkata bahwa hujan itu rahmat, tetapi tetap saja saya terluka ketika hujan dan saya menemukan diri saya menyalahkan rahmat Tuhan itu. Sungguh hina.

Pertama, saya mendapatkan berita buruk tentang kanker ketika langit Surabaya sedang mendung delapan tahun yang lalu. Ibu saya divonis bahwa hidupnya tidak lama lagi, bahwa kanker akan merenggut satu-satunya manusia yang menjadi sandaran hidup saya. Meskipun saya memasang wajah tegar dan datar dihadapan orang tua saya waktu itu, di dalam mobil travel menuju Malang saya menangis. Di luar hujan turun sangat deras, meredam suara isakan saya.

Kedua, didalam mobil ambulans yang menggaungkan sirine saya mendampingi jenazah ibu saya. Di luar mobil hujan deras mengetuk-ngetuk. Saya tidak bisa menangis, tidak satu tetes pun.
Mobil ambulans dan hujan sukses membuat saya sesak napas sampai sekarang.

Jadi, kamu masih bilang saya drama karena hujan? IYA! Saya mendrama, melodrama.
September 27, 2017 No comments


Salah satu langkah, menuju mimpi-mimpi yang lain. Yang saya tahu, doa-doa orang tua saya sedang di-ijabah.

Saya memiliki mimpi menjadi editor setelah membaca hal-hal yang dibagi Windy Ariestanty, former Editor in Chief di Gagas Media dan Bukune, tentang editor dan pekerjaan editing. Windy juga yang mengenalkan saya pada sosok Mula Harahap dan impian-impiannya untuk literasi Indonesia.

Membuktikan sendiri perkataan Windy tentang masih awamnya profesi ini di sekitar, saya pun dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang pilihan profesi ini. "Editor? Apa itu?" atau "Yang kerjaannya ngedit typo?" atau "Jauh-jauh S2, kerja jadi editor? ngedit kesalahan cetak?" dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Saya sih cuma ketawa mendengarnya. Kalau lagi baik, saya menjelaskan. Tetapi kalau lagi malas, saya cuma berlalu.

Bagi orang lain, pekerjaan editor adalah pekerjaan sepele. Tetapi saya menganggap profesi ini keren. Bagaimana tidak keren? Jika nasib sebuah naskah dan mungkin juga penulis ada di tanganmu. Tanggung jawab besar, beban moral besar. Menjadi editor, menjadi yang dibalik layar. Kata Windy, editor adalah yang pertama bertepuk tangan ketika sebuah naskah selesai ditulis dan menjadi yang pertama bersedih ketika kemampuan menulismu tidak mengalami perbaikan. Kalau boleh saya tambahkan, editor juga akan menjadi orang pertama yang senang ketika bukumu laris di pasar, dan akan menjadi orang pertama yang sedih ketika bukumu tidak diminati.

Sebuah buku selalu ada campur tangan editor, jadi ketika buku tidak diminati maka tak jarang editor juga merasa gagal. Ini hal yang saya takutkan. Meskipun kita harus tahu rasanya gagal, tetapi saya masih takut ketika harus menghadapi hal itu. Karena itu bagi saya rasa saling percaya yang tinggi antara editor dan penulis menjadi faktor penting. Mereka harus saling menguatkan ketika jatuh, dan mungkin bisa menari bersama ketika berhasil.

Saya banyak belajar dari penulis-penulis yang saya temui beberapa bulan pertama ini. Dari mereka saya belajar tentang proses yang panjang dan panjang. Dari mereka juga saya meningkatkan kualitas diri dan kemampuan.

Menyesalkan? Tidak. Saya masih ingin jadi editor untuk beberapa tahun ke depan. Mungkin tahun ini saya berada di tempat yang sekarang, tetapi tidak menutup kemungkinan saya akan berpindah. Meningkatkan kemampuan diri, meningkatkan kualitas diri. Bukankah manusia perlu berpindah agar bisa meningkatkan kualitas?

Saya sedang menikmati hidup. Saya sedang bahagia.




September 19, 2017 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me




a wanderer, in a past time and to the future
a reader, who suddenly stop to laughing or crying
once an editor, who loves to read so much


Blog Archive

  • ►  2018 (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2017 (8)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ▼  September (2)
      • Hujan
      • A Step
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2016 (8)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  March (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (4)
    • ►  March (3)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (29)
    • ►  December (4)
    • ►  November (4)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (3)
    • ►  March (6)
    • ►  February (1)
    • ►  January (4)
  • ►  2012 (41)
    • ►  December (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (4)
    • ►  May (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2011 (42)
    • ►  December (13)
    • ►  November (5)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (12)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  January (2)
  • ►  2009 (10)
    • ►  July (1)
    • ►  May (9)
  • ►  2008 (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (3)

Pageviews

Cuap-Cuap

Tweets by SevyKusdianita

Created with by ThemeXpose