Berhenti Menjadi 'Normal'

by - September 18, 2018

"Kenapa sih kamu ngga bisa seperti mereka?"
"Kenapa sih kamu menyia-nyiakan kesempatan?"
"Kamu seharusnya jadi *ini*, yang normal"

Hmm... Ada masa dalam hidup pertanyaan-pertanyaan itu diajukan kepada saya. Bukan dari orang lain, justru pertanyaan-pertanyaan itu muncul dari orang-orang terdekat. Pada saat itu saya lebih sering bertanya kepada diri sendiri, apakah saya memang tidak normal?

Dari pertanyaan itu muncul pertanyaan-pertanyaan lain yang saya ajukan untuk diri sendiri seperti; jika saya memilih Z sedangkan yang lain memilih A, apakah saya akan jadi aneh?, atau; jika saya tidak menyukai apa yang orang lain sukai apakah saya normal?, atau juga seperti ini; jika saya tidak ingin menjadi seperti mereka, apakah saya akan gagal?
Hingga pertanyaan itu mengerucut menjadi satu pertanyaan utama, bagaimana sebenarnya menjadi normal itu?

Bertahun-tahun saya dihantui oleh pertanyaan yang sama. Meskipun berkali-kali saya diingatkan bahwa tidak perlu menjadi normal jika menjadi 'aneh' membuatmu bahagia. Tetapi mengapa saya tetap terjebak di lingkaran yang sama? Jawabannya, saya tidak menerima diri saya sendiri, saya tidak memaafkan diri sendiri, dan saya tidak mencintai diri sendiri.

Jawaban itu saya temukan baru-baru ini, ketika kehidupan saya mulai terganggu. Saya berhenti menulis, kepekaan saya tumpul, saya pun bingung. Inilah yang mengganggu. Rasanya hidup saya sia-sia. Saya ketakutan dengan keadaan ini, hingga akhirnya saya memutuskan untuk hidup.

Ya, saya ingin hidup. Hanya itu.
Dengan beberapa bantuan, saya mengaji kembali hal-hal sederhana yang pernah luput. Saya menemui keheningan yang ternyata tidak pernah benar-benar saya sambangi. Keheningan yang seharusnya bisa membuat saya lebih peka melihat dan lebih peka merasakan. Keheningan yang awalnya saya kira gelap, tapi justru hal itulah yang membantu saya menemukan titik terang.

Pada akhirnya saya belajar untuk melepaskan, belajar memaafkan diri sendiri, dan belajar menerima. Apakah hal ini mudah? Tentu saja tidak. Ada hal-hal yang membuat saya berhenti belajar, hingga saya kembali terkurung. Apakah saya bodoh hingga membiarkan itu terjadi? Entahlah, mungkin saat itu Tuhan menguji kesungguhan saya. Hingga pada satu titik saya memutuskan untuk memulai lagi, meskipun membuat saya begitu lelah.

Saya mengulangi lagi dari awal, dari titik nol. Menemukan sistem dukungan yang saya butuhkan, menemukan alasan untuk tidak menyerah, hingga akhirnya saya menyadari saya ini berharga. Ya, saat itu saya memutuskan bahwa saya berhenti menjadi normal. Saya tidak butuh menjadi normal, saya hanya butuh merasakan bahagia meskipun itu jauh dari hal-hal normal. Saya hanya butuh memaafkan diri sendiri sekali lagi, dan menerima diri sendiri sekali lagi pula.

Ya, saya cukup menjadi diri saya sendiri. Berhenti menjadi 'normal'.

You May Also Like

0 comments